Rabu, 15 Juli 2009

Demokrat Kuasai Eksekutif dan Legislatif , Pengawasan akan Lemah

REPUBLIKA NEWSROOM


Demokrat Kuasai Eksekutif dan Legislatif , Pengawasan akan Lemah


Rabu, 15 Juli 2009 pukul 09:37:00



JAKARTA -- Pengamat politik menilai jika Partai Demokrat menguasai dua kekuasaan sekaligus, yaitu eksekutif dan legislatif itu akan memyebabkan sejarah akan berulang.

"Pemerintahan akan terfokus pada satu partai. Presiden akan menjalankan pemerintahan dengan ditopang legislatif. Hal tersebut menyebabkan keputusan terfokus pada presiden, sedangkan pengawasan terhadap pemerintahan lemah," kata pengamat politik UI, Ray Rangkuti, Rabu (15/7) melalui sambungan telepon.

Hal itu disebabkan karena oposisi di tubuh DPR lemah. DPR tidak bisa menjalankan fungsinya. Maka pemerintahan tidak akan berfungsi dengan efektif dan efisien. "Kalau bisa hal tersebut diperbaiki karena jika tidak hal tersebut akan enyebabkan kemandegan dalam pembangunan," jelasnya.

Ray menjelaskan, jika dua fungsi tersebut dikuasai, apakah janji-janji akan dapat terpenuhi. Menurut Ray, hal tersebut akan sangat sulit dilakukan karena tidak adanya fungsi kontrol lain.

Pengamat politik tersebut mencontohkan, pelaku pemerintahan berjanji menurunkan harga BBM. Itu amanah bagi dia untuk menurunkan harga BBM. Tetapi harga BBM bergantung pada harga pasar. Kalau seperti sekarang hal tersebut tidak masalah, tetapi kalau harga pasar internasional naik, maka akan ikut naik.

Lima tahun ke depan, jelas Ray, itu akan menimbulkan dampak karena presiden tidak akan bekerja dari rakyat dan untuk rakyat melainkan bekerja untuk kepentingan partai. "Itu dapat menyebabkan resources dana karena akan dapat berpeluang menimbulkan nepotisme," ujarnya. Hal itu terjadi karena presiden akan memasukkan orang-orang terdekat atau orang-orang partai ke BUMN.

Hal itu, jelas Ray bisa jadi merupakan tantangan berat karena yang diperlihatkan hanya pencitraan SBY, padahal yang lebih diinginkan adalah kenyataan. Kalau sekarang yang diperlihatkan pencitraan SBY, apakah lima tahun ke depan juga akan bertahan ke pencitraan.

Sementara ini, publik diperlihatkan oleh pencitraan. "Empati publik muncul karena pencitraan sebagai orang yang sendirian, selalu diserang sehingga menyebabkan orang simpati," katanya.

Sikap yang diperlihatkan SBY sekarang yaitu sikap santun, sehingga kalaupun dikritik akan menganggap orang yang mengkritik tidak santun.Peringatan yang diberikan dinilai sebagai sikap yang tidak punya etika. "Itu sangat subversif,"ujarnya. c85/ahi

Tidak ada komentar: