Selasa, 21 Juli 2009

Rekapitulasi Tertutup Rawan Kecurangan

SUARA KARYA


KINERJA KPU
Rekapitulasi Tertutup Rawan Kecurangan




Rabu, 22 Juli 2009



JAKARTA (Suara Karya): Sinyalemen bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan diduduki massa pada saat proses rekapitulasi suara pilpres, sebagaimana diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat lalu, menumbuhkan spekulasi bahwa KPU akan menempuh langkah tidak populer. Proses rekapitulasi suara disebut-sebut akan dilakukan tertutup. Itu dinilai sejumlah kalangan rawan manipulasi. Tapi Ketua KPU sendiri, Abdul Hafid Anshary, menepis spekulasi itu. Menurut dia, KPU sama sekali tidak risau oleh segala bentuk ancaman, termasuk kemungkinan KPU diduduki massa. Dia yakin, langkah pengamanan KPU bisa mencegah berbagai risiko yang mengganggu proses pilpres ini.

Menurut jadwal, Rabu ini (22/7) KPU melaksanakan rekapitulasi nasional perolehan suara Pilpres 2009.

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menyebutkan, KPU harus terbuka dan terang-terangan kepada publik dalam melakukan rekapitulasi suara pilpres. "KPU jangan main-main dengan masalah ini. Rakyat tidak akan rela bila rekapitulasi suara dilakukan tertutup dan tidak transparan karena rawan kecurangan," ucapnya. Pernyataan senada diutarakan pengamat politik Yudi Latif dalam kesempatan terpisah.

Ray meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memperketat dan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan rekapitulasi perolehan suara pilpres. Ini, menurut dia, terkait kemungkinan terjadinya pelanggaran saat penghitungan suara nasional. Terlebih jika pelaksanaan rekapitulasi suara dilakukan secara tertutup terkait sinyalemen bahwa ada gerakan massa yang akan bertindak anarkis dan menduduki kantor KPU.

"Kami berharap Bawaslu dapat terus meningkatkan pengawasannya. Terlebih lagi dengan kondisi saat ini yang sangat rawan terjadinya pelanggaran dan kecurangan," ujarnya.

Menurut Ray, yang juga salah satu tokoh Masyarakat Pengawal Demokrasi (MPD), pelaksanaan pilpres diduga tidak jujur dan tidak adil. Skenario pilpres digiring satu putaran dan memenangkan salah satu kandidat presiden. Indikasi ini terlihat dari banyaknya pelanggaran dan kecurangan yang telah menguntungkan salah satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden tertentu.

Baik dari tahapan awal maupun menjelang akhir pelaksanaan pilpres, menurut dia, komponen pelaksana yang berhubungan dengan pelaksanaan pilpres, seperti KPU dan pemerintah, digiring untuk memenangkan salah satu pasangan.

"Apabila pelaksanaan pemilu dilakukan dengan jujur dan adil, kami yakin pemilu presiden akan berlangsung dua putaran," katanya.

Ray merasa prihatin terhadap seluruh rangkaian proses pemilu yang dibumbui kecurangan dan manipulasi. Menurut dia, di antara indikasi pelanggaran yang dilaporkan antara lain daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah, dugaan manipulasi sumber dan pendanaan oleh tim kampanye, serta kenetralan lembaga pemerintah.

"Di samping itu, lembaga pemilih juga diragukan kompetensi, kenetralan, dan tanggung jawabnya. Sehingga, mendorong terjadinya berbagai kecurangan pemilu dan penghilangan hak pilih," ujarnya.

Menurut Ray, MPD juga menyebut dugaan pelanggaran dalam keterlibatan lembaga asing, yakni The International Fondation of Electoral Systems (IFES), pada proses tabulasi suara nasional menggunakan layanan singkat (SMS) telepon selular yang digelar KPU. "Keterlibatan lembaga asing itu pidana besar. Data kita bisa di-hacker. Apalagi, itu kan menyangkut DPT," ujarnya.

MDP memberikan dukungan moral kepada Bawaslu untuk tetap melanjutkan kasus-kasus pelanggaran pilpres. "Kami meminta Bawaslu agar tetap berkuat hati dalam mengungkap misteri pelaksanaan Pemilu 2009," katanya.

Selain itu, Ray menilai, Bawaslu perlu meningkatkan pengawasannya terhadap pelaksanaan rekapitulasi perolehan suara pilpres.

Hal ini, menurut dia, terkait dengan kemungkinan terjadinya pelanggaran saat berlangsungnya penghitungan suara nasional tersebut, terlebih jika pelaksanaan rekapitulasi tersebut dilakukan secara tertutup.

"Kami berharap Bawaslu dapat terus meningkatkan pengawasannya. Terlebih lagi dengan kondisi saat ini yang sangat rawan terjadinya pelanggaran dan kecurangan," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Direktur Reform Institute Yudi Latif. Dia menilai, Bawaslu perlu lebih serius dalam menangani pelanggaran dan kecurangan pemilu.

"Diharapkan, Bawaslu sebagai salah satu pilar penegak hukum pemilu agar lebih terpacu dalam mengugkapkan berbagai misteri Pemilu 2009. Berbagai temuan Bawaslu akhir-akhir ini mulai menunjukkan adanya berbagai ketidaktepatan dalam pelaksanaan pemilu," katanya.

Menurut Yudi, banyak pelanggaran dan manipulasi aturan main pemilu yang berpotensi menghancurkan demokrasi, termasuk dalam bentuk mobilisasi sumber daya dan penggiringan pemilih pada calon tertentu.

"Sedangkan lembaga riset dan penyiaran mengabaikan rasionalitas dan kemaslahatan publik dengan melanggar kaidah ilmiah atau etika penyiaran hasil survei dan hitung cepat. Selain itu juga adanya keterlibatan lembaga asing pada sektor strategis yang berpotensi memanipulasi hasil pemilu," ujarnya.

Sementara itu, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menepis ancaman teror bom, termasuk isu KPU akan diduduki massa yang serta-merta menimbulkan spekulasi bahwa proses rekapitulasi suara akan dilakukan KPU secara tertutup. "Kami tidak risau terhadap ancaman apa pun. Kami yakin, petugas dapat menjaga keamanan di KPU. Mudah-mudahan semua aman," katanya.

Anshary menyebutkan, KPU telah memperketat pengamanan, terutama menjelang pelaksanaan rekapitulasi perolehan suara nasional dan penetapan hasil pilpres. Tapi dia juga memastikan, teror tidak akan mengganggu proses penyelenggaraan pilpres.

Pengawasan dan penjagaan di kantor KPU memang menjadi lebih ketat dibanding selama ini. Setiap orang yang ingin memasuki kantor KPU harus melalui pemeriksaan penjaga keamanan.

Sementara itu, anggota KPU Andi Nurpati mengatakan, sebagian besar rekapitulasi suara untuk tingkat provinsi sudah diselesaikan.

"Hampir seluruhnya sudah selesai, hanya tinggal tiga provinsi yang belum menyelesaikan rekapitulasinya, yakni Papua, Banten, dan Lampung," ujarnya di sela rapat koordinasi nasional dengan KPU seluruh Indonesia mengenai persiapan rekapitulasi, Selasa (21/7). (Tri Handayani/Feber Sianturi)

Tidak ada komentar: