Minggu, 19 Juli 2009

Koalisi Kewalahan Membela SBY

SUARA PEMBARUAN


18 Juli 2009



Koalisi Kewalahan Membela SBY



[JAKARTA] Koalisi pengusung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) -
Boediono terkesan kewalahan menangkis serangan terkait pernyataan SBY
yang mengaitkan teror bom dengan Pilpres 2009. Namun, mereka solid
membenarkan sikap SBY tersebut. Sebelumnya, sejumlah lawan politik
serta pengamat menyayangkan pernyataan SBY yang dinilai kurang bijak,
tidak tepat waktu, dan tidak menunjukkan sikap kenegarawanan seorang
Kepala Negara.

Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan, pernyataan
Presiden SBY jika dipahami secara utuh tidak diarahkan untuk menuduh.
"Pernyataan itu suatu ekspresi dari kemarahan besar terhadap
terorisme yang amat jelas destruksinya. Apa yang menjadi prestasi
bangsa beberapa tahun terakhir kembali rusak," katanya menjawab SP di
Jakarta, Sabtu (18/7).

Anas menganggap wajar jika muncul polemik dari pernyataan SBY. "Dalam
negara demokrasi kita tidak terlalu benci polemik, tidak pula
menganggapnya sebagai sesuatu yang haram," ujarnya.

Namun, lanjut Anas, amat tidak masuk akal dan tendensius jika ada
pihak yang menengarai ini bagian dari pengalihan isu saat KPU tengah
sibuk melakukan penghitungan suara pemilu presiden.

Soal foto latihan kelompok tak dikenal yang berhasil dikantongi SBY
dan baru diungkap kemarin, Anas menjelaskan, dalam situasi normal hal
itu tidak perlu disampaikan. "Dengan menunjukkan itu, SBY ingin
menekankan ada persoalan serius tentang terorisme dan ancaman
keamanan agar semua waspada dan tak lalai," ujarnya.

Senada dengan itu, Presiden PKS Tifatul Sembiring mengajak semua
pihak untuk tidak terlalu sensitif di saat kondisi Indonesia
digoncang petaka pengeboman kemarin. Sebagai mitra koalisi, PKS amat
memahami situasi dan sikap SBY sebagai kepala negara.

Ia meyakini betul bahwa SBY tidak bermaksud menuduh pihak manapun.
"Apa yang ditunjukkan dalam pidatonya itu berasal dari data
intelejen. SBY sama sekali tidak menyebut nama. Kalau menuduh kan
menyebut nama," kata Tifatul seraya meminta semua pihak mempercayakan
sepenuhnya kepada pihak berwajib mengusut pelaku pengeboman.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP PPP Chozin Chumaidy mengatakan,
tidak perlu ada upaya saling menyalahkan terkait pernyataan SBY
tentang teror bom. Menurutnya, tidak ada upaya politisasi dari
pernyataan SBY kemarin. Yang dibutuhkan saat ini, semua pihak
bersama-sama memerangi kekerasan yang dilakukan teroris.

"Apa yang disampaikan SBY harus menjadi kewaspadaan kita semua. Saya
yakin SBY menyatakan itu atas dasar informasi yang cukup akurat dari
Polri," ujarnya.

Chozin menambahkan, Presiden SBY harus secepatnya menuntaskan kasus
ini dengan membuka motif teror sebenarnya. Dengan demikian,
masyarakat tidak bersikap skeptis dan menduga-duga terlalu jauh.

Ketua DPP PAN Totok Daryanto mengatakan, koalisi parati-partai yang
bergabung dengan Partai Demokrat dalam pilpres sudah berkomitmen
untuk selalu bersama dalam suka dan duka. "Terlepas dari pernyataan
tersebut, apa yang dilakukan SBY tersebut mesti dimengerti sebagai
bagian dari upaya melawan terorisme. Terorisme dalam bentuk apapun
harus dikutuk dan diperangi," paparnya.

Selaras dengan itu, Sekjen DPP PKB Lukman Edy membela bahwa
pernyataan SBY adalah peringatan kepada komponen bangsa. Sebagai
peringatan, pernyataan itu tidak berlebihan karena justru lebih cepat
disampaikan maka lebih baik.

"Bom itu terjadi justru saat kita menunggu seluruh agenda politik
Indonesia. Itu sebagai warning bahwa terorisme terjadi di tengah-
tengah bangsa kita," tandas Lukman.

Melebihi Proporsi

Sebelumnya, Ketua DPP Partai Hanura Fuad Bawazier menilai, pernyataan
SBY melebihi proporsinya sebagai Kepala Negara. "Mestinya yang
disampaikan itu lebih kepada kepastian pengusutan secara cepat,
pemenjaraan pelaku, dan menjamin keamanan. Semua presiden di dunia
akan menyampaikan seperti itu kalau terjadi di negaranya," katanya.

Menurut Fuad, pernyataan SBY yang kemudian melebar ke soal pilpres
merupakan hal yang tidak proporsional. Hal tersebut justru akan
menyebabkan suasana lebih mencekam dan ketakutan di tengah
masyarakat.

Terkait foto-foto yang diperlihatkan SBY, seharusnya itu harus diusut
secara tuntas dan jangan dipublikasikan dan dibesar-besarkan di
tengah situasi genting seperti sekarang ini. "Apakah Pak SBY mau
membungkam lawan politiknya dengan cara seperti ini, mungkin itu di
pikiran masyarakat. Yang pasti saya sedih dengan teror yang terkutuk
ini dan secara bersamaan saya juga menyesalkan pernyataan Pak SBY
seperti itu," ucapnya.

Anggota Deperpu PDI-P AP Batubara mengatakan, sangatlah tidak
beralasan jika SBY mengungkapkan pengeboman itu terkait dengan
pilpres.

"SBY harus bisa buktikan kalau itu terkait dengan pilpres. Jika tidak
terbukti, itu sama saja fitnah," tegasnya. Ia berharap kasus
pengebomam ini tidak mengalihkan isu tentang pelanggaran- pelanggaran
yang terjadi pada pilpres.

Politik Pencitraan

Pengamat politik Ray Rangkuti juga mengatakan, ketika SBY berbicara
dengan mempersonifikasi dirinya sebagai bangsa ini yang menjadi
sasaran tembak dengan foto-foto yang dikumpulkan, dia benar-benar
tidak tampil sebagai negarawan dan pemimpin yang santun. "Ini sangat
bertolak belakang dengan apa yang dibangunnya selama ini," katanya.

Ia mengatakan, ketika hampir seluruh rakyat negara ini sedang
berduka, SBY malah menarik rasa duka mereka seolah-olah ia yang
menjadi incaran. "Hal ini tidaklah lebih dari sekadar politik
pencitraan yang sangat tidak etis," tegasnya.

Pengamat politik UGM Ari Dwipayana juga menyayangkan pernyataan
Presiden SBY, yang memperlihatkan sosoknya sebagai politisi daripada
sebagai kepala negara dan negarawan. Pernyataannya terbaca sebagai
manuver politik dan demi kepentingan relasi politiknya.

"Saat ini kita menghadapi sesuatu yang besar, jauh lebih strategis
berupaya menyatukan elemen bangsa untuk melawan ancaman terorisme dan
menciptakan keamanan kepada rakyatnya. Namun SBY berbicara apa yang
terjadi dan kepentingan dirinya," ujarnya.

Ari juga menyesalkan dan mempertanyakan kenapa bukti adanya aktivitas
terlarang itu baru diungkap saat ini. "Kenapa hanya mewacanakan bukan
melakukan tindakan hukum. Kalau ada ancaman serahkan ke aparat
sehingga berbasis bukti," tegasnya.

Pengaitan informasi dan spekulasi dini itu,menurut Ari, bisa jadi
upaya menutupi kelemahan kerja aparat keamanan, intelejen yang
berlindung di balik presiden.

Wapres Jusuf Kalla (JK) juga membantah jika pengeboman itu terkait
dengan pilpres. "Kalau orang kira Megawati dan saya yang buat,
tidaklah," katanya.

Menurut JK, teror bom seperti ini pasti direncanakan dengan waktu
yang lama selama berbulan-bulan. Pengalaman ledakan bom sebelumnya,
selalu direncanakan dalam waktu berbulan-bulan. "Ini tak ada hubungan
sama sekali dengan pilpres. Yang melakukannya pasti direncanakan jauh
sebelumnya berbulan-bulan, " kata JK yang mengakui bahwa Polri dan
BIN lengah karena terlalu fokus pada pengamanan pilpres
[R-15/NCW/LOV/ EMS/M-16]

Tidak ada komentar: