Senin, 20 Juli 2009

Pelaksanaan Pilpres Dikritik

SINAR HARAPAN


Pelaksanaan Pilpres Dikritik


Selasa, 14 Juli 2009


Jakarta - Kritik terhadap penyelenggaraan pemilihan umum presiden (pilpres) terus mengalir. Kali ini, kritik itu datang dari sejumlah pengamat pemilu dan pengamat politik yang tergabung dalam Forum Penyelamat Demokrasi yang menyatakan keprihatinan atas buruknya kualitas penyelenggaraan Pemilu 2009.

Hal itu disampaikan salah satu anggota forum, Ray Rangkuti, dalam jumpa pers bertajuk, “Maklumat Penyelamatan Demokrasi: Jangan Rampas Demokrasi Kami,”di Jakarta, Senin (13/7). Selain Ray, sejumlah pengamat dan tokoh yang tergabung dalam forum ini, di antaranya Yuddy Latif, Chalid Muhammad, Ismed Hasan Putro, Romo Benny Susetyo, dan Effendy Ghazali.

Ray menyoroti sejumlah hal terkait buruknya kualitas Pilpres 2009, yakni persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT), keterlibatan lembaga asing (IFES) dalam proses tabulasi nasional, serta netralitas KPU sebagai penyelenggara pemilu yang independen dan bersih dari campur tangan peserta pemilu.

Mengenai DPT, Ray berpendapat, data DPT yang dibuat pemerintah dan KPU patut dipertanyakan kesahihannya karena baru bisa diakses oleh peserta pemilu pada hari H pelaksanaan Pilpres 2009. Padahal, kata dia, sejak jauh hari sudah terdapat banyak laporan yang disampaikan para tim sukses peserta pilpres mengenai ketidakakuratan proses pemutakhiran DPT yang dilakukan KPU. Sikap diam KPU terhadap berbagai laporan dinilai Ray sebagai bukti buruknya kinerja lembaga tersebut.

Tidak hanya itu, Ray juga menilai KPU tidak netral dan cenderung mendukung salah satu pasangan tertentu. Indikasi ketidaknetralan KPU, jelasnya, dapat dilihat dari kasus sosialisasi spanduk pencontrengan.

Sementara itu, anggota KPU Andi Nurpati Baharuddin mempersilakan semua bentuk pelanggaran diproses sesuai undang-undang. “Semua prosedurnya sudah ada dalam undang-undang, jadi mohon semua pihak yang terkait proses saja secara undang-undang,” kata Andi.

Berulang

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pelaksanaan Pemungutan Suara Wahidah Suaib mengatakan, seharusnya potensi pelanggaran bisa ditekan seminimal mungkin. Hal ini disebabkan KPU sudah mempunyai pengalaman menyelenggarakan pileg.

“Namun, pelanggaran yang semestinya tidak terjadi masih terjadi di pileg,” ujar Wahidah saat menyampaikan temuan Bawaslu mengenai pelanggaran pemilu, di Jakarta, Senin (13/7).

Berdasarkan temuan Bawaslu per 12 Juli 2009, setidaknya terdapat 401 pelanggaran adminitrasi. Sebanyak 191 kasus adalah jumlah logistik yang kurang atau rusak, 77 kasus pendirian TPS di rumah ibadah, serta 36 kasus KPPS tidak menempelkan DPT, dan nama juga foto pasangan calon.

Sementara itu, pelanggaran pidana yang terjadi sebanyak 67 kasus, 39 kasus terjadi karena anggota KPU provinsi, kabupaten/kota, serta Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) lalai sehingga mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi, sementara 27 kasus lainnya menyangkut politik uang.

(wishnugroho akbar/vidi vici)

Tidak ada komentar: