Jumat, 31 Juli 2009

Pasangan SBY-Boediono Terancam Didiskualifikasi

PIKIRAN RAKYAT

Jumat, 31 Juli 2009


Pasangan SBY-Boediono Terancam Didiskualifikasi


JAKARTA, (PR).-


Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono terancam dipidana karena menerima dana kampanye dari badan asing. Pasangan itu juga bisa didiskualifikasi sebagai pemenang Pilpres 2009. Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan itu kepada wartawan seusai Mimbar Demokrasi di Jln. Diponegoro No. 58 Jakarta Pusat, Kamis (30/7).

"Berdasarkan pasal 222 dan pasal 103 UU No. 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden, ada dua jenis sanksi bagi pasangan calon yang menerima dana asing, yaitu sanksi pidana dan sanksi politik berupa diskualifikasi," kata Ray.

Kendati demikian, pasal-pasal dalam UU Pilpres itu tidak mengatur secara rinci siapa yang diancam sanksi pidana. "Pasal itu tidak secara tegas menyebutkan apakah pidana terhadap bendahara ataukah pasangan calon. Tetapi, yang pasti, kalau sanksi politik ya pasangan calon harus didiskualifikasi," ujarnya.

Lembaga yang berhak mendiskualifikasi SBY-Boediono, menurut dia, adalah KPU karena hal itu bersifat administratif. Penjatuhan sanksi administratif oleh KPU berupa diskualifikasi itu bisa dilakukan setelah menerima rekomendasi Bawaslu.

Pemilu ulang

Konsekuensi selanjutnya jika SBY-Boediono didiskualifikasi sebagai pemenang pemilu adalah pemilu ulang atau dimenangi pasangan calon Megawati-Prabowo yang meraih suara terbanyak kedua setelah SBY-Boediono.

"Kalau diskualifikasi ya bisa pemilu ulang atau pemenang kedua yang naik," tuturnya.

Ancaman diskualifikasi memang sangat mahal risiko politiknya. Akan tetapi, kata Ray, kesalahan yang dilakukan Timkamnas SBY-Boediono itu adalah masalah uang dan sanksinya berat jika ingin pemilu berjalan jujur. "Kalau perusahaan asing masuk, itu namanya skandal besar. Sanksinya berat, yaitu diskualifikasi. Tidak peduli besarnya berapa, pokoknya dana asing."

DPT bermasalah

Terkait laporan daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah, Ray menyarankan Bawaslu memanfaatkan sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membeberkan data-data penggelembungan suara dan DPT bermasalah.

Hingga saat ini Bawaslu dinilai belum menunjukkan kemajuan dalam menangani laporan DPT bermasalah. "Tidak ada kemajuan. Jadi, kami berniat untuk kembali mendatangi Bawaslu. Jika sampai Senin tidak ada kemajuan, saya akan mengundang LSM untuk mendatangi Bawaslu. Setelah pemilu bukan berarti masalah kita selesai," katanya.

Aktivis ’90-an Fajroel Rahman, yang juga hadir di Mimbar Demokrasi menyatakan, ajang yang akan diselenggarakan setiap hari itu digelar kalangan pro terhadap demokrasi. "Jangan sampai mundur kalau tiba-tiba partai (PDIP) dan Megawati Soekarnoputri tiba-tiba datang ke sini dan minta kawan-kawan bubar," katanya.

Di tempat peristiwa berdarah 27 Juli 1996 itu hadir puluhan orang dari berbagai organisasi, termasuk keluarga korban tragedi 27 Juli 1996. (A-156)***

Tidak ada komentar: