Selasa, 21 Juli 2009

Pelanggaran Terus Diusut

KOMPAS

Pelanggaran Terus Diusut



Selasa, 21 Juli 2009 | 03:12 WIB



Jakarta, Kompas - Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden berikut partai politik peserta pemilu tidak perlu ragu mengumpulkan dan melaporkan kasus-kasus pelanggaran dalam Pemilu Presiden 2009.

Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan ledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jumat pekan lalu, jangan sampai memengaruhi pengusutan pelanggaran dalam Pilpres 2009.

Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Didik Supriyanto di Jakarta, Minggu (19/7), menekankan, saat ini merupakan momentum untuk menjadikan pemilu benar-benar jujur dan adil.

Bila pelanggaran tidak tuntas ditangani, besar kemungkinan hal serupa bakal terulang. Yang mencuat dalam pidato adalah mentalitas politisi ketika tragedi pun digunakan untuk kampanye menaikkan citra diri dan menyerang lawan politik.

”Jadi, anggap saja tuduhan itu bagian dari kampanye,” ujar Didik.

Tak perlu ikut-ikutan

Menurut Didik, penyelesaian tragedi ledakan bom memang menjadi tanggung jawab pemerintah atau polisi. Hanya saja, bukan berarti pemerintah atau polisi bisa melupakan kasus pelanggaran pemilu.

Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu tidak perlu ikut-ikutan terpengaruh kasus bom. Bawaslu, misalnya, terus saja menangani kasus-kasus pelanggaran. ”Tak usah risau apakah KPU, polisi, atau pemerintah tak acuh,” kata mantan anggota Panwaslu 2004 ini.

Tak boleh berhenti

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ahmad Fauzi Ray Rangkuti berpandangan, pernyataan Yudhoyono menjadi tekanan bagi kelompok masyarakat yang aktif mengadvokasi pelanggaran dan kecurangan pilpres.

Yudhoyono, kata Ray, seolah menggiring opini bahwa advokasi pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu menjadi tindakan yang dapat mengancam keamanan negara.

Sekalipun begitu, pengungkapan pelanggaran pemilu tidak boleh berhenti. Semakin hari, semakin banyak fakta ganjil yang ditemukan dalam pelaksanaan pemilu presiden lalu yang perlu pendalaman.

”Membiarkan keganjilan dalam pemilu berarti pula membiarkan teror terhadap demokrasi,” kata Ray.

Berlebihan

Sementara itu, Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow menilai, pengaitan ledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton dengan proses Pemilu 2009 terlalu berlebihan.

Meskipun banyak yang kecewa dengan kekacauan proses pemilu dan mungkin hasil pemilu versi hitung cepat (quick count), Jeirry tidak yakin kekecewaan itu diekspresikan dengan peledakan bom.

Pernyataan Yudhoyono dinilainya memperkeruh suasana politik nasional, khususnya terkait dengan banyaknya pelanggaran yang belakangan mulai terungkap.

”SBY kelihatan sangat emosional merespons sehingga pernyataannya jadi terkesan sangat reaktif dan cenderung mencari kambing hitam,” kata Jeirry.

(DIK)

Tidak ada komentar: