Rabu, 15 Juli 2009

Hasil Pilpres Terancam Ditolak

SUARA PEMBARUAN

2009-07-15


Hasil Pilpres Terancam Ditolak



[JAKARTA] Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengancam menolak hasil Pilpres 2009, jika dugaan kecurangan pilpres terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK). Hingga kini PDI-P masih terus mengumpulkan bukti-bukti kecurangan yang mencederai proses demokrasi di Indonesia.

Terkait hal itu, pada Rabu (15/7), PDI-P menggelar rakernas di Kantor DPP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Rakernas tersebut dibuka Ketua Umum DPP PDI-P, Megawati Soekarnoputri, dan dihadiri Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang juga cawapres Megawati.

Ketua DPP PDI-P, Maruarar Sirait, yang ditemui sebelum rakernas mengungkapkan, rakernas akan fokus mendengarkan laporan dari daerah mengenai seluruh tahap pelaksanaan pilpres. "Ada banyak kecurangan dalam pilpres, dan kita akan mendengarkan laporan data-data kecurangan dari berbagai daerah," katanya.

Dari masukan-masukan yang ada, lanjutnya, PDI-P akan mengambil sikap dengan opsi menempuh jalur hukum melalui Mahkamah Konstitusi. "Bisa saja menolak hasil pilpres jika memang terbukti adanya kecurangan pemilu yang signifikan," ujarnya.

Dia menyatakan, saat ini ada sejumlah pihak yang sudah menerima hasil pilpres, walaupun belum ada keputusan final dari KPU, sehingga terkesan menutup mata terhadap berbagai kecurangan yang ada. "Tapi kami (PDI-P), sejak awal sudah tahu ada kecurangan besar dalam pilpres, dan apakah itu dibiarkan? Tentu saja tidak. Kami akan membuktikan sampai ke jalur hukum, dan tentunya ada sikap politik PDI-P atas hasil pilpres," tandasnya.

Sementara itu, Megawati Soekarnoputri saat membuka rakernas mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil penghitungan suara di KPU, sebelum menentukan sikap lebih jauh. "Sampai hari ini saya juga dapat ucapan selamat terkait pilpres, ucapan selamat pada perolehan dan perjuangan PDI-P dalam pilpres ini," katanya.

Pada kesempatan sama, Prabowo Subianto mengatakan, pelaksanaan pilpres sungguh sangat memprihatinkan karena tidak benar-benar demokratis. "Untuk itu, kita masih terus menunggu laporan-laporan tentang berbagai penyimpangan dalam pilpres," katanya.


Tak Pengaruhi Hasil

Anggota KPU Endang Sulastri, ketika dihubungi SP, Rabu (15/7) menegaskan, jika saksi pasangan calon tidak menerima berita acara rekapitulasi manual, atau pun kalau ada penyelenggara pemilu yang tidak menandatangani penetapan hasil pemilu, maka berdasarkan undang-undang, hasil pemilu itu dinyatakan tetap sah dan berlaku.

"Penolakannya seperti apa, kalau mereka tidak mau menandatangani berita acara, bahkan anggota KPU sekalipun yang menolak, hasil pemilu itu tetap dianggap sah," tegas Endang.

Hal itu sesuai perintah UU 22/2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu. Dalam UU tersebut, khususnya Pasal 38 ayat (2) menyebutkan dalam hal penetapan hasil pemilu tidak ditandatangani ketua dalam waktu tiga hari, salah satu anggota menandatangani penetapan hasil pemilu. Ayat (3) dalam hal tidak ada anggota KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menandatangani penetapan hasil pemilu, dengan sendirinya hasil pemilu dinyatakan sah dan berlaku.

"Jadi meski pun berita acara tidak ditandatangani oleh KPU, hasil pemilu tetap dinyatakan sah dan berlaku. Demikian juga saksi pasangan calon yang menolak menandatangani berita acara rekapitulasi manual, tetap dianggap sah dan berlaku," papar Endang.

Ia menambahkan, rekapitulasi manual di tingkat nasional baru akan dilangsungkan pada 22-24 Juli 2009 di gedung KPU Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Dalam rekapitulasi manual itu, selain KPU Provinsi, Bawaslu dan pemantau, juga akan diundang saksi pasangan calon. Masing-masing pasangan calon dapat menghadirkan dua orang saksi.

Di samping itu, setelah rekapitulasi manual selesai dilaksanakan, KPU wajib menetapkan hasil pemilu dalam waktu paling lama tiga hari setelah rekapitulasi itu. Dalam jadwal KPU, penetapan hasil pemilu diagendakan pada 25-27 Juli 2009. Pada saat penetapan hasil pemilu, KPU akan mengundang tiga pasangan calon untuk menghadiri acara tersebut.


Perlu Sinergi

Pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan, penolakan hasil pilpres harus berisikan sinergi yang berimplikasi kepada persoalan hukum dan politik. Penolakan yang disampaikan lewat jalur hukum tentunya akan semakin kuat jika ditemukan begitu banyak pelanggaran dan manipulasi.

"Namun perlu diketahui bahwa penolakan yang berimplikasi pada politik bisa menjadi semacam jalan menuju deligitimasi terhadap hasil pilpres. Kalau itu terjadi, maka ini merupakan kejadian pertama pasca refromasi di mana hasil pilpres ditolak. Dan tentunya pemerintahan SBY yang selama ini mengharapkan lancarnya legitimasi hukum dan politik akan sangat terganggu," katanya.

Gerakan melalui jalur hukum, lanjut Ray, relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan penolakan lewat jalur politik.

"Kalau soal hukum, setelah ada keputusan final dari MK misalnya, persoalan ini bisa segera ditutup. Tetapi, jika isu ini terus dikuatkan pada ranah politik, limit waktunya bisa lebih lama. Bisa saja dalam satu-dua bulan orang cenderung tidak serius menanggapi persoalan ini, tetapi mungkin dalam beberapa bulan ke depan keadaan bisa menjadi lebih buruk kalau pergerakan di ranah politik makin tajam," ujarnya. [J-11/EMS/L-10]

Tidak ada komentar: