BISNIS INDONESIA
Laporan Khusus
KPU berpotensi dipidanakan
Bawaslu akan usut kerja sama KPU dengan IFES
Rabu, 15 Juli 2009
JAKARTA: Jajaran komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) berpotensi menjadi tersangka dugaan pidana pemilu menyusul kegagalan penggunaan teknologi informasi dalam penghitungan riil (real count) tabulasi nasional hasil Pilpres 2009 dan masalah DPT.
Koordinator Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan para komisioner KPU layak dijadikan tersangka dalam kasus indikasi pidana pemilu.
Selain tidak berfungsinya teknologi informasi, sambungnya, para komisioner tidak menjelaskan mengenai metodologi penghitungan hasil pilpres tersebut.
“KPU tidak belajar dari pengalaman teknologi informasi waktu pemilu legislatif [yang gagal],” ujarnya di Jakarta kemarin.
Ray menuturkan KPU gagal melakukan penghitungan suara secara baik dalam pilpres kali ini dengan memaksakan teknologi informasi hasil kerja sama dengan IFES (The International Foundation for Electoral Systems) tersebut.
Dia menuturkan banyaknya persoalan mengenai penghitungan suara di daerah merupakan salah satu bentuk kegagalan itu.
Ketua Masyarakat Profesional Madani (MPM) Ismed Hasan Putro bahkan menuding lembaga penyelenggara pemilu itu tak independen dan termasuk dalam desain besar memenangkan pasangan tertentu.
Hal itu, sambungnya, diindikasikan oleh tidak adanya transparansi dalam pemutakhiran data DPT sebelum pilpres digelar.
Ismed menuturkan KPU selalu menyatakan bahwa persiapan mengenai pilpres tidak memiliki masalah, terutama soal DPT. Namun, ketika muncul protes dari pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, barulah KPU sedikit terbuka.
“Jadi, pihak-pihak yang merasa dirugikan dan diabaikan haknya dalam pilpres dapat menempuh jalur hukum untuk menggugat KPU. Badan Pengawas Pemilu harus responsif mengenai hal ini,” ujarnya
Oleh karena itu, Ismed mengungkapkan, para komisioner harus siap menanggung risiko, termasuk siap untuk dipidanakan terkait dengan banyaknya persoalan tersebut.
Sementara itu, Bawaslu akan mengusut kerja sama antara KPU dan IFES dalam real count hasil Pilpres 2009.
“Kami akan mengusut kerja sama KPU dengan IFES itu, apakah perjanjian kerja sama mereka dibenarkan atau tidak dibenarkan dalam UU Pemilu,” kata anggota Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo di Jakarta, kemarin.
Kerja sama KPU dengan IFES dilaporkan Tim Kampanye Nasional Mega-Prabowo, Arya Bima, Ari Wibowo dan penasihat hukum Megawati-Prabowo dari Attorney at Law, Arteria Dahlan.
Menurut Bambang, KPU dilaporkan karena yang menjadi persoalannya adalah KPU itu seharusnya independen.
“Dengan adanya kerja sama tersebut, bisa menimbulkan kecurigaan masyarakat, walaupun belum tentu benar salahnya,” katanya.
Rapat pleno
Anggota Bawaslu lainnya, Wahidah Suaib, mengatakan pihaknya akan membahas kerja sama KPU dengan IFES ke rapat pleno.
“Kami akan menelusuri seberapa besar peran lembaga asing dalam proses real count tersebut,” ujarnya.
Hingga 9 Juli lalu, data yang masuk ke server IFES hanya mencapai 18 juta suara yang berasal dari 45.000 TPS di Indonesia. Sebelumnya, IFES mengklaim ada 104.000 TPS yang telah melakukan registrasi ke server-nya. Kini, penghitungan suara tersebut dihentikan. (m04) (anugerah. perkasa@bisnis.co.id)
Oleh Anugerah Perkasa
Bisnis Indonesia
Selasa, 14 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar