SINAR HARAPAN
Rabu, 01 Juli 2009 15:59
DPT Masih Kacau
OLEH: ROMAULI/INNO JEMABUT
Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) gagal memperbaiki Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu presiden (pilpres). Ketidakberesan DPT dikhawatirkan akan mengacaukan sistem ketatanegaraan ke depan, karena tingkat legitimasi terhadap hasil pilpres akan sangat rendah.
Apalagi, hingga kini, DPT pilpres yang definitif belum dipublikasikan.
Hal itu dikemukakan Direktur Lingkar Studi Madani (Lima) Ray Rangkuti dan Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampouw di Jakarta, Selasa (30/6), dan Sekretaris Nasional Masykurudin Hafidz kepada SH, Rabu (1/7) pagi.
Praktik manipulasi pasangan calon yang memiliki akses terhadap DPT bisa lebih masif karena tidak ada pihak lain yang bisa mengontrol. Untuk itu, usulan agar pilpres diundur paling tidak sebulan guna memberi waktu bagi KPU untuk membereskan masalah DPT merupakan sesuatu yang patut dipertimbangkan.
“Lebih baik kita menunda pelaksanaan pilpres daripada kita melaksanakan pilpres dengan DPT yang masih sangat kacau seperti sekarang,” tegas Ray Rangkuti.
Ray menjelaskan, saat ini kekacauan DPT sulit dibantah dan sangat faktual, tetapi tidak ada upaya dari KPU untuk memperbaiki secara maksimal. Pasangan calon presiden (capres)-valon wakil presiden (cawapres) pun lebih banyak menjadikan masalah DPT hanya sekadar isu politik, tidak tegas mengupayakan bagaimana menyelamatkan hak konstitusional warga.
Jeirry Sumampow mencontohkan dalam daftar pemilih yang dikeluarkan KPU untuk pilpres, ada beberapa kelurahan yang mengalami lonjakan jumlah pemilih yang luar biasa besar. Tetapi di tempat lain justru tidak ada perubahan, sekalipun temuan pada pemilu legislatif, lalu banyak kekacauan.
“Kita harus berhati-hati untuk mencermati, jangan sampai ada pengerahan massa oleh pasangan calon tertentu di satu kelurahan atau suatu daerah. Kondisi seperti sekarang sangat memungkinkan adanya pihak yang mempermainkan KPU. Publik yang tidak dapat mengakses DPT, akan dengan mudah dimanipulasi secara masif,” tegas Jeirry.
16 Provinsi Kacau
Capres Megawati Soekarnoputri saat berpidato dalam kampanye di Gelora Bung Karno (GBK) kemarin bertanya kepada KPU, mengapa DPT di 16 provinsi sampai saat ini masih belum jelas. Di samping itu, pengurangan jumlah tempat pemungutan suara yang mencapai 68.000 tidak disertai penjelasan yang memadai dan masuk akal.
Menurutnya, pola pengabaian hak warga di era Orde Baru jangan dibiarkan tumbuh kembali. Oleh karena itu, Megawati meminta kader PDIP dan Partai Gerindra di seluruh pelosok Tanah Air untuk mengawal pelaksanaan pilpres secara maksimal, mulai dari saat pencoblosan hingga pengawalan kotak suara sampai ke tempat tujuan yang benar.
Ia juga merujuk pada pelaksanaan pilpres tahun 2004 yang sangat demokratis dan diakui oleh berbabagi negara lain, namun saat ini apa yang sudah dibangun diruntuhkan kembali.
Sekretaris Nasional Masykurudin Hafidz mengatakan, KPU belum secara luas mempublikasikan DPT definitif. Hal ini menunjukkan buruknya kerja KPU dan Bawaslu dalam konteks DPT.
Bawaslu seharusnya mengeluarkan hasil pengawasannya terhadap kualitas yang telah ditetapkan KPU berupa jumlah pemilih ganda secara definitif, pemilih potensial yang belum terdaftar dalam DPT secara definitif, serta jumlah pemilih yang tidak memiliki hak pilih baik karena meninggal, anggota TNI Polri aktif, serta catatan-catatan lainnya tentang DPT.
Padahal, hasil pengamatan JPPR menunjukkan, laporan penambahan DPT dari daerah terus bergulir, mulai dari penambahan 1.000 hingga 5.000 orang. “DPT masih misterius. Mestinya DPT berbasis Tempat Pemungutan Suara (TPS) sudah dapat diakses secara nasional oleh berbagai pihak,” katanya. n
Jumat, 03 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar