SUARA PEMBARUAN
2009-07-08
KPU Harus Umumkan DPT Terbaru
Keabsahan Pemilu Dipertanyakan
[JAKARTA] Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menyatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) meski sudah terlambat, tetap harus mengumumkan daftar pemilih tetap (DPT) terbaru setelah dilaporkan ada temuan daftar pemilih ganda dan bermasalah mencapai 11,9 juta orang dari 176 juta lebih pemilih. Jika itu tidak dilakukan, keabsahan pemilu dipertanyakan.
Meski berdasarkan UU Nomor 42/2008 tentang Pemilu Presiden, KPU harus mengumumkan DPT 30 hari sebelum hari H, ketika sudah diperhadapkan berbagai laporan dan temuan, tidak berarti DPT terkini tidak diketahui publik.
Sebab menurut Ray, dampak delegitimasi politik dan hukum bakal terjadi. "Hal ini bisa terjadi jika KPU tidak cepat mengambil sikap siang atau malam ini untuk mengumumkan DPT terbaru," katanya kepada SP di Jakarta, Rabu (8/7).
Ketika hal itu tidak dilakukan maka akan ditemukan kesulitan baru saat penghitungan akhir suara serta gugatan politik dan hukum."Kalau data awal ada 176 juta lebih maka jika benar ada data ganda sejumlah 11 jutaan, tapi kok tidak ada ketetapan baru bahwa DPT menjadi sekitar 169 jutaan," ujarnya.
Ia pun mendesak KPU segera membuat surat keputusan KPU untuk menjelaskan DPT terakhir. "Apakah temuan bermasalah itu sudah dihapus dan sekarang DPT-nya berapa, dan apakah itu sudah disosialisasikan di setiap tempat pemungutan suara," tanyanya.
Jika unsur temuan sekitar 11 juta pemilih bermasalah dalam DPT pilpres, artinya tambah Ray, di pemilu legislatif jumlahnya tentu lebih besar.
Sementara itu, penggunaan kartu tanda penduduk (KTP) dan paspor bagi pemilih yang belum terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) harus diantisipasi dengan baik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jika KPU tidak mengantisipasi penggunaan KTP ini, disinyalir dapat menimbulkan masalah bagi KPU. Karena ada sembilan potensi masalah yang dapat ditimbulkan dari penggunaan KTP tersebut.
Berpotensi Masalah
Seperti, potensi mobilisasi pembuatan KTP dan kartu keluarga massal pada satu hari menjelang hari pemungutan suara, warga yang memiliki KTP, tetapi hilang dan dilengkapi dengan surat keterangan kehilangan dari pihak kepolisian juga belum ada kejelasan apakah dapat menggunakan hak pilihnya atau tidak, serta kekurangan surat suara di tempat pemungutan suara (TPS).
Di samping itu, KPU perlu melakukan sosialisasi yang masif untuk penggunaan KTP tersebut. Jangan sampai masyarakat tidak memahami bahwa pemilih yang memilih dengan menggunakan KTP hanya bisa memilih di alamat yang tercantum dalam KTP itu.
Seruan itu disampaikan Kemitraan (Partnership for Governance Reform in Indonesia) di KPU, Selasa (7/7). Hadir dalam kesempatan itu, anggota Kemitraan Ramlan Surbakti, Bambang Wijayanto, Ashanul Minah, Hasyim Ashari dan Didik Supriyanto.
"Kalau informasi tidak sampai ke publik maka putusan MK tidak banyak pengaruhnya. Karena itu, KPU harus melakukan sosialisasi di media televisi dan radio dan juga harus membuat petunjuk teknis," jelas Ramlan.
Dari identifikasi Kemitraan memang akan ada potensi masalah yang muncul jika putusan MK tidak diantisipasi. Di antaranya, warga yang memiliki KTP atau paspor, tetapi sudah tidak berlaku, sehingga warga tidak dapat memilih dan warga yang hanya memiliki KTP, tetapi tidak memiliki kartu keluarga atau sebaliknya, sehingga tidak dapat memilih, dikhawatirkan memaksakan diri untuk tetap dapat menggunakan hak pilihnya.
"Kalau potensi-potensi itu tidak diantisipasi dengan baik oleh KPU, itu akan menimbulkan masalah. Karena itu, harus ada strategi pengamanan oleh kepolisian. Kalau hanya dua petugas kepolisian di TPS, apa kerusuhan bisa ditangani dengan baik atau tidak, karena itu harus dikelola dengan cukup baik," jelasnya.
KPU juga wajib mengantisipasi daerah-daerah dengan karakter mobilitas penduduk pendatang tinggi, seperti di pusat industri dan pusat pendidikan, potensial warga akan meminta hak pilih hanya dengan KTP. Karena itu, KPU harus segera mengambil kebijakan untuk member solusi terhadap masalah-masalah potensial yang muncul dari identifikasi tersebut.
"Putusan MK ini melindungi suara rakyat, tetapi pemilu itu perlu kepastian hukum dan kepastian prosedur. Sehingga harus ada jawaban KPU atas potensi-potensi yang akan terjadi," katanya.
Sementara itu, menurut Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary, keputusan pleno KPU sudah jelas bahwa yang bisa digunakan adalah KTP atau paspor yang masih berlaku.
Jika ada penduduk kehilangan KTP lalu akan memilih dengan menggunakan bukti surat keterangan kepolisian, tetap tidak bisa dilayani oleh KPU karena yang diminta adalah KTP asli yang masih berlaku.
"Tidak boleh menggunakan surat keterangan kepolisian, harus KTP. Kalau diizinkan, masalahnya berat karena bisa dipalsukan," katanya.
Menurut dia, KPU juga sudah mengirimkan surat edaran ke KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk penggunaan KTP bagi penduduk yang belum terdaftar di DPT. Sedangkan dari sisi pengadaan surat suara, KPU memang tidak mencetak surat suara dan hanya menggunakan surat suara yang ada. [L-10/R-15]
Rabu, 08 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar