Rabu, 01 Juli 2009

Manipulasi DPT Berpeluang Besar Terjadi di Pilpres

PELITA

Manipulasi DPT Berpeluang Besar Terjadi di Pilpres
[Politik dan Keamanan]

1 Juli 2009

Jakarta, Pelita

Sejumlah pengamat mensinyalir upaya manipulasi dan rekayasa Daftar Pemilih Tetap (DPT) akan kembali terjadi di Pilpres 8 Juli mendatang. Pasalnya, hingga kini KPU masih bersikap tertutup dan penuh dengan ketidakpastian dalam membeberkan data DPT secara keseluruhan.

Hingga saat ini DPT Pilpres masih belum pasti. Itu karena KPU sangat tertutup, dan tidak pernah membuka ke publik mengenai data DPT secara nasional, ujar mantan Koordinator JPPR, Jeirry Sumampouw di sela-sela acara diskusi bertajuk Rekayasa DPT Pilpres secara Sistematis, Demokrasi Terancam, di Rumah Perubahan, Jakarta, Selasa (30/6).

Menurut dia, langkah KPU yang bersifat tertutup dan tidak pasti itu dapat dilihat dari adanya kasus DPT fiktif sekitar 2,2 juta di Jawa Timur seperti yang disampaikan Relawan Pemuda Pancasila.

Belum lagi, kasus DPT Pilkada Jatim yang hingga kini tidak jelas kelanjutannya.Karena itu, kita pertanyakan mengapa KPU hingga kini tidak membuka data itu, meski akhirnya publik memiliki data tersebut, tandasnya.

Menurut dia, jika KPU tidak mau membuka data DPT ke publik, maka tidak bisa disalahkan jika ada pihak-pihak yang menuding bahwa KPU sengaja dipermainkan dalam rangka membuat DPT bermasalah.

Seiring hal itu, Jeirry pun mengimbau kepada Timses dan Parpol untuk memiliki data DPT Pilpres agar dijadikan pembanding data di TPS.Selain itu juga mengimbau kepada Parpol dan Timses untuk meningkatkan pengawasan DPT di tingkat TPS secara intensif.
Ini salah satu cara untuk mengantisipasi kecurangan yang terjadi di hari H, katanya.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti mengatakan upaya pihak-pihak tertentu manipulasi DPT Pilpres masih tetap menggunakan model lama, seperti yang dilakukan di Pileg lalu.

Hanya saja, lanjut Ray, modus kecurangan DPT pilpres kali ini pelakunya menggunakan nama berbeda, tetapi NIK-nya sama.Ini terjadi di TPS yang berbeda. Misalnya, di TPS A seorang bernama Agus dengan nomer induk sekian-sekian. Dan pada saat yang sama orang itu juga terdaftar di TPS B dengan menggunakan nama berbeda yakni Jono dengan nomer NIK yang sama pula, jelasnya.

Sementara, selain mensinyalir manipulasi akan kembali terjadi di Pilpres 2009, Ray juga mengkritisi penambahan DPT yang hanya sebesar lima juta pemilih. Pasalnya, penambahan itu tidak hanya mengundang ketidakjelasan, akan tetapi juga berpeluang besar banyaknya pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih.

Menurut dia, jumlah lima juta tersebut hanya merupakan seperempat persen dari jumlah pemilih yang tidak terdaftar yakni 75 persen. Dengan demikian, pada Pilpres 2009 mendatang akan masih banyak pemilih yang tidak terdaftar di DPT. Dan hal itu merupakan pelanggaran HAM.

Karena itu, Ray mengimbau agar pelaksanaan Pilpres 2009 diundur satu bulan dalam rangka memperbaiki masalah DPT yang hingg kini masih menjadi persoalan.

Penundaan Pemilu ini saya tidak tidak jadi masalah, daripada pemilu tetap dilaksanakan toh hasilnya tidak legitimate mengingat banyak pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya, katanya.

Pengamat Politik Eep Saefulloh Fatah kisruh DPT yang terjadi di Pilpres saat ini merupakan kelanjutan dari kekisruhan DPT Pileg yang melibatkan dua penanggungjawab, yakni KPU dari sisi teknis serta presiden dan Mendagri dari sisi politik.

Dalam hal ini, kata Eep, hulu masalahnya adalah ketika Presiden-Mendagri yang menjadi pemilik otoritas tertinggi administrasi kependudukan, yang menyusun DP4 (daftar penduduk pemilih potensial Pemilu) yang sangat bermasalah dan menyerahkannya ke KPU pada 28 April lalu.

Sementara di hilir, KPU gagal meminimalisasi masalah karena kurangnya profesionalitas pengelolaan Pemilu. Dalam Pileg 2009 lalu misalnya KPU melakukan dosa besar dengan memosisikan soal administrasi (tak tercantum nama calon pemilih yang terbukti memiliki KTP dan/atau KK yang sah) lebih tinggi sari hak warga negara untuk memilih.

Presiden dan Mendagri sudah jelas melakukan ketidakpatutan dan pengingkaran tanggungjawab dengan melarikan diri dari masalah ini. Dalam pelaksanaan pilpres 8 Juli nanti, KPU semestinya tidak mengulangi dosa besar itu, tegas Eep.
Masih terkait kisruh DPT, calon anggota legislatif (Caleg) Partai Hanura, Indro Cahyono setuju jika manipulasi DPT tetap akan terjadi di Pilpres 2009.

Sikap Indro yang sependapat masih adanya manipulasi DPT itu terkait dengan sulitnya mengakses data DPT yang dituangkan di dalam formulir C1.

Parahnya lagi, formulir C1 itu dijual sekitar Rp1-1,5 juta. Inikan membuat kita sulit mendapatkannya, kata Indro yang terpaksa harus gigit jari kehilangan perolehan suaranya akibat bisnis DPT.

Hal senada disampaikan Asri Harahap, Caleg dari PPP yang terpaksa harus menguras kantong puluhan juta rupiah demi mendapatkan formulir C1. Itupun jumlahnya kurang dari 1000 formulir C1. Memang sangat sulit untuk mendapatkan formulir C1. Jangankan saya, Panwaslu saja sulit mendapatkannya, kata Asri. (ay)

Tidak ada komentar: