Senin, 06 Juli 2009

Mega-Kalla: KPU Berpihak

TRIBUN TIMUR

Mega-Kalla: KPU Berpihak

Senin, 6 Juli 2009 | 04:31 WITA

Jakarta, Tribun - Calon Presiden (Capres) Jusuf Kalla (JK) dan Megawati Soekarnoputri mengindikasikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak netral menjelang pemilihan presiden (pilpres), Rabu (8/7) lusa.

Hal tersebut menjadi salah satu dari empat pokok bahasan kedua capres ini pada pertemuan di Gedung Pusat Dakwah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Minggu (5/7) tengah malam.

Kalla dan Mega juga mendesak KPU agar segera memperbaiki daftar pemilih tetap (DPT) yang dianggap masih amburadul.

Keduanya juga meminta agar KPU bergerak cepat dengan membuat peraturan dengan memperbolehkan memilih cukup menunjukkan KTP untuk mencontreng.

"Kami minta (DPT) segera diperbaiki dengan keputusan KPU, sesuai Undang-Undang (UU) tentang KPU pada pasal 29. Keputusan KPU bisa mengubah atau melakukan mendaftar ulang. Segera memperbaiki daftar DPT, itu yang harus segera dilakukan. Bisa memakai KTP, simpel saja," kata Kalla saat jumpa pers.

Sebelum menggelar jumpa pers, Kalla dan Mega bersama pasangannya masing-masing, Wiranto dan Prabowo Subianto, menggelar pertemuan selama dua jam dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsuddin membahas soal kisruh DPT dan hal krusial lainnya menjelang hari pencontrengan.

"Muhammadiyah ingin pilpres ini berjalanm adil, jujur, dan bermartabat. Kami tidak ingin ada warga yang kehilangan haknya karena persoalan administratif, apalagi karena masalah politik," kata Din yang memandu jumpa pers.

Selain para pendukung pasangan JK-Wiranto dan Mega-Prabowo, pertemuan tersebut juga dihadiri puluhan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli pada kisruh DPT.

Sementara di Suawesi Selatan, sebagian warga mengeluh karena karena belum mendapat undangan untuk mencontreng. Sementara warga lainnya mengaku dua kali terdaftar.
Cukup Peraturan

Saat memulai keterangan pers Kalla menerangkan mengapa memilih gedung PP Muhammadiyah sebagai tempat pertemuan. "Ini hari Minggu sehingga hanya kantor PP Muhammadiyah yang buka dan dapat dipakai untuk bertemu. Kedua, tempat ini juga paling dekat dengan tempat tinggal saya dan Bu Megawati," ujar Kalla.

Kalla mengatakan, pemerintah tidak perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk membuka kembali DPT.

"KPU bisa mengeluarkan peraturan yang memungkinkan pemilih yang belum masuk DPT agar dapat melaksanakan hak pilih," katanya.

Jumpa pers juga dihadiri Sekjen PDIP Pramono Anung, Ketua Dewan Pembina PDIP Taufiq Kiemas, dan Ketua Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto Fahmi Idris.

"Kami dapat laporan masih banyak penilih yang tidak dapat daftar undangan, masih banyak keluarga yang memiliki tujuh anggota keluarga tapi hanya dikasi empat. Kalau seperti itu, bisa jutaan orang tidak terdaftar," jelas Kalla.

Kalla dan Mega akan mendatangi kantor KPU, Senin (6/7) hari ini. Mereka memberi deadline 1/24 jam kepada KPU untuk menuntaskan masalah DPT tersebut.

"Bukan berarti orang yang belum masuk DPT itu pasti memilih nomor satu atau nomor tiga. Bisa saja ada yang memilih nomor dua," tambah Kalla.

Dia yakin KPU punya cukup waktu dan kemampuan mengatasi masalah DPT meski pemilihan presiden tiggal dua hari lagi. "Ini semua bukan semata-mata untuk kepentingan kami, tetapi menjaga agar hak rakyat dalam pemilihan presiden dapat dilaksanakan," tambahnya.

Sedang Megawati mendesak agar DPT segera dibuka sehingga semua pihak bisa memberi masukan. Menurutnya, KPU harus mau menerima masukan untuk kesempuranaan DPT. "kalau dalam pemilu pertama (2004) bisa berlangsung dengan baik, seharusnya sekarang bisa lebih baik," katanya.

Ketua Tim Kampanye JK-Wiranto, Fahmi Idris, mengungkapkan awalnya pertemuan akan digelar di kantor PBNU. Namun karena Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi tidak berada di tempat, sehingga atas inisiatif Din Syamsuddin, pertemuan dipindahkan ke kantor PP Muhammadiyah.

Menanggapi penolakan data penyimpangan DPT oleh KPU, Fahmi membantahnya. "Bukan ditolak, tetapi KPU akan menyempurnakannya. Tidak mungkin hanya dalam waktu satu dua jam KPU langsung menolak. Butuh waktu untuk mengecek," tegas Fahmi.
Dia juga sepakat mendesak KPU menerbitkan aturan yang membolehkan penggunaan KTP untuk mencontreng.

Tunda Pilpres

Desakan penundaan pilpres juga kian kencang. Sejumlah LSM dari Gerakan Perubahan Nasional (GPN), Lingkar Madani untuk Indoensia (LIMA), Komite Bangkit Indonesia (KBI), dan Masyarakat Madani Indonesia (MPM) menyerukan penundaan pemilihan presiden jika tidak ada perbaikan DPT.

"Tunda pilpres diakui atau tidak. Persoalan DPT Pilpres sudah sangat genting," ujar Ketua Profesional Masyarakat Madani (MPM) Ismed Hasan Putro saat jumpa pers di di Restoran Omah Sendok, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, KPU sebagai penanggung jawab dan pelaksana pilpres sudah tidak berdaya dan kehilangan legitimasi moral. "Sudah semestinya Presiden sebagai negarawan segera memanggil KPU untuk bersama-bersama dengan Ketua DPR dan capres-cawapres membahas secara komprehensif guna mencari solusi mengatasi persoalan DPT," katanya.
Ismed menjelaskan, jika tidak segera diselesaikan, masalah DPT ini bisa berimplikasi terhadap kekacauan politik. "Kita tidak menghendaki hasil Pilpres 2009 memunculkan chaos politik yang mengancam demokrasi kita," katanya.

Direktur Eksekutif LIMA, Ray Rangkuti, menambahkan sejumlah LSM akan mendatangi kantor KPU guna menyampaikan tuntutan penundaan pilpres, hari ini. Pihaknya juga akan menyampaikan kekecewaan tentang kenetralan KPU sebagai penyelenggara pemilu.

"Kami juga akan membawa data (DPT bermasalah). Mutlak pilpres harus ditunda karena tidak mungkin dalam tiga hari KPU bisa menyelasikan masalah ini. Apalgi KPU tidak memiliki sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Tidak punya alat yang bagus," ujar Ray.

Dari hitungan kasar LSM-LSM tersebut, diduga ada 25 juta warga Indoensia yang belum terdaftar di DPT. "Sesuai DPT yang diumumkan KPU, berarti ada pertambahan 5 juta pemlih. Berdasarkan pengakuan KPU ada 20 juta masyarakat yang tak sempat mempergunakan hak pilihnya. Kalau dibandingkan temuan Komnas HAM di pemilu legislatif lalu, angka moderatnya 30 juta. Artinya, total pemilih yang tidak terdaftar ada 25 juta," jelasnya.(Persda Network/cw6/sur)

Tidak ada komentar: