REPUBLIKA NEWSROOM
Problem Pilpres tak Boleh Dibiarkan
Senin, 13 Juli 2009 pukul 16:27:00
JAKARTA -- Berbagai problem atau persoalan yang melingkupi pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2009 tak boleh dibiarkan berlalu begitu saja jika Indonesia tetap ingin membangun demokrasi yang bermartabat.
Demikian pernyataan sikap Forum Penyelamat Demokrasi yang disampaikan Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti di Jakarta, Senin. "Setiap pembiaran atas pelanggaran akan memberi peluang bagi penyalahgunaan yang lebih besar," katanya.
Turut bergabung dalam forum itu sejumlah tokoh muda kritis seperti Yudi Latif, Effendi Ghazali, Romo Benny Susetyo, Chalid Muhammad, M Fajrul Rahman, Ismet Hasan Putro, Herdi Sahrasad, Ridaya Laode Engkowe, Adhie M Massardi, Airlangga Pribadi, dan Dimas Nugroho.
"Kami tidak bermaksud mendelegitimasi pilpres, tetapi mengevaluasi," kata Ray. Dikatakannya, demokrasi adalah proses penyempurnaan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara secara taat konstitusi, hukum, dan hak azasi yang diselenggarakan menurut prinsip keadilan, kesetaraan, kemasukakalan, keterbukaan, dan pertanggungjawaban.
Sayangnya, dalam rangkaian proses pemilu, baik legislatif maupun pilpres, dijumpai berbagai bentuk pelanggaran dan manipulasi aturan main yang berpotensi menghancurkan tatanan dan prinsip demokrasi.
Forum Penyelamat Demokrasi mencatat sembilan problem pemilu yang terjadi di pemilu legislatif dan pilpres. Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu diragukan kompetensi, netralitas, dan tanggung jawabnya.
Kedua, Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak pernah dinyatakan dan ditetapkan secara pasti oleh KPU. Ketiga, pelanggaran otoritas pemerintah ditemukan dalam bentuk mobilisasi sumberdaya serta pengiringan pemiih pada calon tertentu.
Keempat, tim sukses memanipulasi sumber dan jumlah pendanaan serta melanggar aturan kampanye. Kelima, lembaga yudisial cenderung tidak mengabaikan pengaduan dari lembaga pengawasan. Keenam, media massa cenderung tidak memberi akses yang setara bagi setiap kontestan.
Ketujuh, lembaga riset dan penyiaran tidak mengabaikan rasionalitas dan kemaslahatan publik dengan melanggar kaidah ilmiah atau etika penyiaran hasil survei dan hitung cepat. Kedelapan, keterlibatan lembaga asing pada sektor strategis yang berpotensi memanipulasi hasil pemilu. Kesembilan, kepala pemerintahan tidak menunjukkan tanggung jawab yang optimal dalam mengupayakan pemilu yang bermutu, jujur, dan adil.
"Suatu demokrasi yang memberi ruang bagi kecurangan akan menjelma menjadi tirani dan anarki," kata Ray. Oleh karena itu, Forum Penyelamat Demokrasi menuntut setiap pihak mempertanggungjawabkan setiap pelanggaran lewat saluran masing-masing dan bertekad di depan publik untuk memuliakan prinsip-prinsip demokrasi di masa depan. ant/ism
Senin, 13 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar