Jumat, 05 Juni 2009

Dana Awal Kampanye Capres Mencurigakan

REPUBLIKA

Koran » Pemilu

Sabtu, 06 Juni 2009 pukul 01:13:00

Dana Awal Kampanye Capres Mencurigakan

Institusi terkait diminta menyelidiki masalah ini.


JAKARTA -- Lanporan penerimaan awal dana kampanye pilpres ketiga pasangan tidak jelas. Diduga, ada pelanggaran atas dana awal kampanye tersebut.Dalam pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (5/6), menyebutkan bahwa ketidakjelasan laporan dana awal kampanye ketiga capres. Untuk pasangan SBY-Boediono, terdapat indikasi pelanggaran batasan sumbangan. Peneliti ICW Divisi Korupsi Politik, Abdullah Dahlan, mengatakan, sumbangan untuk SBY-Boediono terakumulasi terhadap empat sumbangan perusahaan. ''Karena, empat sumbangan tersebut berasal dari empat perusahaan yang beralamat sama. Ini adalah indikasi perusahaan-perusahaan tersebut berada dalam satu afiliasi,'' kata Abdullah.

Hal itu tergambar jelas dalam laporan yang menyebutkan, sumbangan PT Anugrah Selat Karimun, PT Tri Manunggal Cipta Abadi, PT Shohibul Barakah, dan PT Shohibul Inspektindo Internasional senilai total Rp 15 triliun berasal dari alamat yang sama, yakni Gedung Graha Kirana Lantai 9 Ruang 903 Jalan Yos Sudarso Kavling 88 Sunter, Jakarta Utara.

Kedua, ada indikasi sumbangan berasal dari pribadi pemilik perusahaan. Ketiga, terdapat penerimaan sumbangan dengan identitas yang tidak jelas. Keempat, tidak ada keterangan rekening penyumbang.Sementara itu, untuk pasangan JK-Wiranto, ada keganjilan yang disebabkan setoran dilakukan secara tunai tanpa melalui rekening. ''Ini mencurigakan karena uang disetor dalam jumlah besar secara tunai. Praktis, sulit melacak uang ini berasal dari mana.''

Ini juga tergambar jelas karena laporan pasangan tersebut menyebutkan sumbangan senilai total Rp 10,25 miliar yang semuanya mengatasnamakan Partai Golkar itu bersifat setor tunai.

Sementara itu, untuk pasangan Mega-Prabowo, ada kecurigaan karena yang tercantum adalah nama Mega dan Prabowo sendiri serta tidak menyertakan keterangan daftar penyumbang. Hal itu terlihat bahwa tiga nama sumber yang berperan sebagai penyumbang adalah Prabowo Subianto (dua kali) dan Megawati Soekarnoputri.

Selain itu, papar Abdulllah, laporan tersebut juga tidak menjelaskan rekening penyumbang. Terdapat pula ketidaksesuaian karena alat bukti adalah rekening koran, tetapi keterangan penerimaan dalam bentuk tunai.

Harus diselidiki
Direktur Eksekutif LIMA, Ray Rangkuti, mengatakan, dari ketiga laporan tersebut, yang paling mencurigakan adalah laporan milik pasangan SBY-Boediono. Sementara itu, laporan Mega-Prabowo tidak mencurigakan, sedangkan laporan JK-Win cuma butuh klarifikasi.''Yang perlu diselidiki adalah laporan milik pasangan SBY-Boediono,'' kata Ray.

Adanya empat perusahaan penyumbang yang memiliki alamat yang sama, menurutnya, sangat aneh. Jangan-jangan, kata dia, itu adalah cara sebuah institusi untuk menghindari batas sumbangan minimal, yaitu Rp 5 miliar.

Sementara itu, laporan pasangan JK-Wiranto yang rekening sumbernya berupa setor tunai, menurutnya, hanya perlu klarifikasi. ''Kan tinggal minta bukti penerimaan uangnya saja,'' katanya. Sementara itu, laporan pasangan Mega-Prabowo, menurutnya, tidak mencurigakan. Karena, jika asal sumbangan dari kantong pribadi, besarnya pun tidak terbatas.

Dana iklan

Kemarin, ICW juga mendesak KPU agar membuka laporan akhir tahun yang lengkap untuk memperkuat proses audit yang sudah dilakukan. Hal ini terkait dengan tidak memadainya laporan dana kampanye dan rekening dana kampanye parpol dalam laporan hasil audit masing-masing parpol.

Abdullah mencontohkan, adanya selisih cukup signifikan antara biaya iklan yang dilaporkan lima parpol besar dan belanja aktual iklan yang dilakukan kelimanya. ''Golkar, misalnya, belanja aktual iklan yang dilaporkan adalah Rp 277 miliar lebih, namun yang dilaporkan cuma Rp 105 miliar.''

Kemudian, Partai Demokrat yang belanja aktual iklannya Rp 214 miliar lebih, yang dilaporkan cuma Rp 139 miliar lebih. Artinya, ada selisih Rp 75 miliar lebih.Sementara itu, Partai Gerindra belanja iklannya Rp 151 miliar lebih, yang dilaporkan cuma 86 miliar lebih. Kemudian, PDIP, dari 102 miliar lebih belanja iklan, yang dilaporkan cuma Rp 25 miliar. Hanura dari Rp 44 miliar belanja iklan aktualnya, hanya Rp 6 miliar lebih yang dilaporkan. nan

Tidak ada komentar: