SUARA KARYA
KINERJA KPU
DPT Pilpres Masih AmburadulSabtu, 23 Mei 2009
JAKARTA (Suara Karya): Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tidak belajar dari kekurangan dan kesalahan dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2009.
Ini bisa dilihat dengan amburadulnya penyiapan daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu Presiden 2009. Dikhawatirkan, kasus banyaknya warga yang tak punya hak pilih dan warga yang tak tercantum dalam DPT Pilpres 2009 akan kembali terulang.
Penilaian dan peringatan itu disampaikan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampouw dan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti kepada Suara Karya, di Jakarta, Jumat (22/5).
Menurut Jeirry, kekacauan yang terjadi pada Pilpres 2009 terlihat pada proses pelaksanaan pemutakhiran DPT yang dilakukan KPU.
"Tidak ada perbedaan antara kinerja saat ini dengan pemilu lalu. Kecil sekali adanya peningkatan kinerja KPU karena metode yang digunakan juga tidak jauh berbeda dengan pemilu legislatif lalu," ujarnya.
Jeirry juga melihat, petugas pemutakhiran data pemilih Pilpres 2009 tidak bekerja secara optimal. Menurut dia, terdapat ketidakjelasan dalam menjalankan tugasnya.
Misalnya, pada saat tahapan meminta tanggapan masyarakat terhadap daftar pemilih sementara (DPS), ternyata tidak berjalan dengan baik. Berdasarkan pengamatan di lapangan, KPU tidak menyosialisasikan DPS kepada masyarakat sehingga otomatis pemutakhiran tidak dapat dilakukan.
"Seharusnya masyarakat bisa melakukan pengecekan di kelurahan terdekat, tapi buktinya hal itu tidak dilakukan. Bagaimana masyarakat tahu sudah terdaftar atau tidak jika KPU tidak menyampaikannya," katanya.
Namun, Jeirry menilai, ujung pangkal kisruhnya DPT dalam Pemilu 2009 tidak terlepas dari tidak validnya data dari pemerintah.
Selain itu, sikap tidak terbuka KPU soal data DPT semakin menambah misteri daftar pemilih Pemilu 2009. "Kalau mau diusut, yang bikin ruwetnya DPT ya pemerintah," katanya.
Ketidakterbukaan KPU dalam proses pemutakhiran daftar pemilih terlihat dengan tidak diberikannya DPS kepada partai politik, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta pihak DPR.
Padahal, menurut Jeirry, tanggapan dari pihak partai politik sangat penting. Terlihat pada saat pemilu legislatif lalu, peran parpol cukup signifikan dalam proses pemutakhiran data pemilih.
"Tapi sampai sekarang KPU tidak memberikan DPS tersebut. Kita tahu, masukan dari partai politik terhadap data pemilih dapat membantu KPU melakukan pemutakhiran data," katanya.
Menurut Jeirry, sejak awal pemilu lalu ketidakberesan kinerja KPU dalam menangani persoalan DPT telah terlihat.
Meskipun saat ini KPU telah menggunakan sistem door to door dalam rangka perbaikan proses pemutakhiran data pemilih, hal ini dinilai tidak akan berjalan efektif.
"Tidak ada koordinator yang jelas terhadap petugas KPU di lapangan. Ada kebingungan yang terjadi pada petugas pemutakhiran data," ujarnya.
Seperti yang pernah disampaikan KPU, pihaknya akan berusaha memperbaiki sistem dalam pemutakhiran DPS dengan lebih aktif mendatangi masyarakat atau yang disebut door to door.
Namun, kondisi ini dinilai Jeirry tidak akan memberikan perubahan yang signifikan terhadap proses pemutakhiran daftar pemilih. "Kejadian pada pemilu lalu kemungkinan besar akan terjadi kembali, terutama untuk persoalan DPT. Sebenarnya tak hanya DPT, tetapi secara keseluruhan kinerja KPU masih minim, seperti pemilu lalu," katanya.
Sementara itu, Ray Rangkuti menilai, proses pemutakhiran DPT pada Pilpres 2009 tidak akan mengalami perubahan yang signifikan.
Hal ini dikarenakan KPU masih tetap mengutamakan peran aktif masyarakat dalam proses pemutakhiran DPT meski sebelumnya KPU menyatakan akan melakukan sistem door to door.
"Pemutakhiran DPT itu tugasnya KPU. Jadi seharusnya petugas mereka di tingkat bawah yang aktif," ujarnya.
Menurut Ray, petugas pemutakhiran data tidak berkoordinasi dengan baik. "KPUD provinsi dan kabupaten/kota masih disibukkan dengan tabulasi hasil pemilu sehingga aparat di bawahnya belum bergerak untuk menyisir DPT," ujarnya.
Ray menilai, KPU telah gagal menyelenggarakan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Hal ini disampaikannya menyangkut munculnya beberapa persoalan sejak awal pelaksanaan Pemilu 2009.
"KPU sudah tidak kredibel lagi. Kita meminta KPU mundur saja demi sukses pilpres. Kesalahan KPU sudah sangat parah karena berbagai persiapannya tidak beres," katanya. (Tri Handayani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar