PIKIRAN RAKYAT
DPT Kacau, bukan Alasan Tunda Pemilu
JAKARTA, (PR).-
Kekacauan daftar pemilih tetap (DPT) tak bisa dijadikan alasan untuk mengundurkan jadwal Pemilu 2009. Perubahan jadwal pemilu dikhawatirkan akan merusak sistem ketatanegaraan. Hal itu dikemukakan Ketua DPR RI Agung Laksono dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D. di Jakarta, Selasa (24/3).
Agung Laksono menegaskan, semua petinggi negara tidak melihat satu pun alasan yang kuat untuk menunda Pemilu 2009.
"Saya (DPR), presiden, dan wapres tidak melihat ada alasan untuk menunda pemilu. Pemilu merupakan perhelatan besar bangsa Indonesia," katanya setelah mengikuti pengambilan sumpah Hakim Konstitusi Dr. Harjono oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Selasa (24/3).
Menurut dia, pengunduran pemilu bisa merusak sistem kenegaraan, dan risikonya sangat besar.
Menurut Agung, persoalan teknis di lapangan akan selalu ada dalam penyelenggaraan pemilu. Namun, bukan berarti tidak bisa diselesaikan, dan tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda pemilu. "Marilah selesaikan permasalahannya, tanpa mengganggu agenda secara keseluruhan. Apabila ada pihak yang menggugat, ya silakan, tidak apa-apa," katanya.
Mahfud M.D. menyatakan, tidak ada alasan yang bisa dipakai untuk mengundurkan waktu pelaksanaan pemilu. "Jika DPT memang menjadi masalah, maka masalah itu (seharusnya) bisa diselesaikan," katanya.
Dijelaskan, selalu ada masalah dalam setiap penyelenggaraan pemilu. "Persoalannya adalah, apa memang tidak bisa diselesaikan. Apabila ditunda, itu kegagalan semua komponen," katanya.
PDIP ancam gugat
Meski DPT kacau dan mendapat protes masyarakat, pemilu akan tetap berlangsung pada 9 April 2009. Parpol, termasuk PDIP, sulit untuk menolak hasil pemilu 2009.
"Kalau DPT tetap kacau seperti sekarang ini dan pemilu tetap dilaksanakan, PDIP akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apakah nanti akan menolak atau menerima hasil pemilu, kepastiannya tunggu setelah pemilu legislatif nanti. Yang jelas, soal DPT ini bisa diselesaikan oleh KPU dan pemerintah beserta parpol dalam seminggu sebelum pemilu dilaksanakan," tutur tim hukum DPP PDIP Sudiatmiko Ariwibowo.
Menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani Jakarta, Ray Rangkuti, soal DPT ini jika terbukti ada penggelembungan, kecurangan, penggandaan, fiktif dan sebagainya jelas merupakan kasus pidana dan melanggar UU No.10/2008 tentang Pemilu. Sejak awal dia sudah melihat penyelenggaraan Pemilu 2009 ini akan kacau karena tidak beresnya kinerja KPU.
"Kacaunya KPU itu sudah terlihat sejak membahas masalah DCS-DCT, DPS-DPT, jadwal yang berubah-ubah disesuaikan dengan gaya kerja anggota KPU, keluarnya banyak perppu, tidak beresnya logistik, banyaknya surat suara yang rusak dan sudah tercontreng, dan masih banyak lagi,"tutur Ray.
Selain itu, KPU sudah sejak awal terlibat langsung dalam kasus hukum Pilkada Maluku Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur. Anehnya, kata Ray, meski MK sudah memutuskan ada kecurangan dan kesalahan dalam proses Pilkada Jatim tersebut, tidak ada kelompok orang yang menjadi tersangka. Pilkada hanya diulang di dua kabupaten dan dilakukan penghitungan. Lebih parah lagi, setelah dua minggu ini masalah DPT kacau, tidak ada parpol yang benar-benar peduli dan mempermasalahkan manipulasi DPT tersebut.
"Mungkinkah hal itu karena parpol mulai kehilangan kepercayaan terhadap KPU? Atau parpol-parpol nantinya akan berkompromi dan melakukan tawar-menawar dengan DPT bermasalah itu. Lalu, bagaimana kualitas pemilu kita? Padahal sudah jelas ada ketidakberesan DPT di Jawa, DKI Jaya, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dan daerah lain.
Kalau manipulasi DPT itu mencapai tiga puluh sampai empat puluh persen, maka pemilu tidak perlu dilanjutkan. Apakah cukup hanya kompromi antara penyelenggara pemilu dengan parpol? Inilah yang sangat mencederai demokrasi," tutur Ray Rangkuti.
Sudiatmoko menambahkan, terjadinya manipulasi DPT dari kasus Pilkada Jatim ini terjadi dengan mengotak-ngatik NIK (nomor induk kependudukan), nama-nama fiktif, penghilangan nama dalam DPT yang sebenarnya, pemilih di bawah umur dan lain-lain.
Menurut Sudiatmiko, hal itu terjadi by design, rekayasa terstruktur, tersistemik, menguasai IT (teknologi informasi), dan memahami statistik. "Tapi tentang siapa mereka itu, KPU daerah, pemerintah atau siapa, kami masih mencari-cari," ujar Sudiatmiko menandaskan.
Yang pasti, katanya, kacaunya DPT ini terjadi setelah keluarnya DP4 dari Menteri Dalam Negeri Mardiyanto. (A-109)***
Jumat, 03 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar