RADAR JOGJA
[Rabu, 1 Juli 2009]
Kisruh DPT Bakal Terulang
JAKARTA – Kasus kekisruhan daftar pemilih tetap (DPT) diprediksi terulang pada pemilu presiden (pilpres). Itu tergambar dari sejumlah temuan atas dugaan banyaknya pemilih yang tak tercatat dan pemilih fiktif.
”Indikasinya mulai terlihat lagi sekarang di pilpres,” kata Koordinator Komite
Pemilih Indonesia Jeirry Sumampaow saat diskusi Rekayasa DPT Pilpres secara Sistemik di Rumah Perubahan, Jalan Panglima Polim V, Jakarta Selatan, kemarin (30/6). Turut hadir Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti dan Jubir Blok Perubahan Adhie Massardi.
Jeirry menyebut, dalam DPT DKI Jakarta, terjadi penambahan jumlah pemilih di banyak kelurahan dengan persentase yang sangat besar. Dia mencontohkan DPT di Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Saat pileg, pemilih yang terdaftar berjumlah 41.363 orang. Untuk pilpres, jumlahnya bertambah menjadi 52.284 pemilih. Artinya, ada penambahan 10.921 orang atau 0,26 persen.
’’Dalam kurun dua bulan, kenaikannya sampai segitu. Ini perlu dipertanyakan,’’ katanya. Jeirry lantas mengajukan contoh lain. Di Kelurahan Duren Tiga, Pancoran, pemilih naik 0,60 persen; Kelurahan Srengseng, Kembangan, naik 0,30 persen; dan Kelurahan Selong, Kebayoran Baru, naik 0,47 persen. Sebaliknya, di Kelurahan Kalibata, Pancoran, jumlah pemilih justru turun 0,43 persen.
Tapi, bisa jadi memang itu tambahan dari pemilih yang tidak terdaftar? ’’Itulah yang harus dijelaskan KPU (Komisi Pemilihan Umum, Red),’’ jawabnya. Dia juga menyebut, di Kepulauan Seribu banyak nama pemilih yang tidak ada NIK (nomor induk kependudukan). ’’Ini juga agak mencurigakan, perlu diklarifikasi,’’ tegasnya.
Menurut Jeirry, ketidakpastian DPT memungkinkan manipulasi. Dia mengingatkan, kali ini KPU tidak bisa mengelak. Saat DPT pileg bermasalah, KPU bisa berkilah bahwa DPT itu bersumber dari DP4 (data penduduk pemilih potensial pemilu) yang diserahkan Depdagri. ’’Kalau DPT pilpres kan tinggal diambil dan divalidasi dari DPT pileg itu. Jadi, DPT pilpres tanggung jawab penuh KPU,’’ tegas Jeirry.
Adhie Massardi mengatakan, dugaan adanya dua juta lebih pemilih fiktif dalam DPT pilpres di Jawa Timur yang dilaporkan Pemuda Pancasila Jatim harus ditanggapi serius. Dia mengaku khawatir bahwa modus operandi yang sama terjadi di provinsi lain. ’’Komnas HAM teriak-teriak, DPR mengerjakan hak angket DPT, semua itu tampaknya kurang bermanfaat,’’ kritik mantan Jubir Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu.
Pandangan senada disampaikan Ray Rangkuti. Menurut dia, potensi tingkat kekisruhan DPT pilpres hampir sama dengan yang sudah terjadi saat pileg. Selain di Jatim, suara protes terhadap DPT muncul di Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. ’’Ada mengkloning nama yang sama, NIK tidak jelas, malah ada NIK nol semua,’’ katanya.
Ray juga mengkritik komitmen kubu Teuku Umar (Megawati dan Prabowo) untuk mengawal kekisruhan DPT. Menurut Ray, persoalan faktual mengenai DPT hanya dimainkan sebagai isu politik. ’’Seharusnya, pasangan nomor satu (Mega-Prabowo) dan nomor tiga (JK-Wiranto) ngotot. Jangan begitu pilpres selesai, baru DPT dipersoalkan. Saya kira lebih baik menunda pilpres daripada DPT bermasalah,’’ tegas Ray. (jpnn)
Rabu, 01 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar