Fajar
Nusantara
Senin, 06-07-09 | 09:14 | 68 View
Sebaiknya Akomodasi Penggunaan KTP
MAKASSAR -- Kisruh daftar pemilih tetap (DPT) pilpres 2009 yang amburadul, harusnya mendapat perhatian serius dari penyelenggara (baca: KPU) dengan segera mencari solusi terbaik mengatasi masalah krusial ini. Antara lain dengan mengakomodasi pengunaan kartu tanda penduduk (KTP) dalam meberikan hak suara.
Pandangan itu dikemukakan dua pakar administrasi negara, Prof Sadly AD dan Prof Dr Muin Fahmal, SH MH saat dikonfirmasi secara terpisah malam tadi.
Sadly yang mantan ketua STIA LAN Jakarta itu mengemukakan, masalah pada DPT seharusnya tidak perlu terjadi, karena perbaikan telah dilakukan setelah pelaksanaan pemilu legislatif April lalu. KPU bahkan telah melansir bahwa jumlah DPT pilpres sekira 170 juta-an jiwa.
Masyarakat maupun partai politik seharusnya berpartisipasi melakukan check dan recheck terhadap kemungkinan adanya warga yang belum terdata ataupun pemilih ganda. Itu bisa dilakukan, katanya, dengan peran serta masyarakat mulai dari tingkat RW hingga Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Masa perbaikan data pemilih yang cukup lama pasca-pemilu legislatif membuat guru besar administrasi negara dari Universitas Hasanuddin (Unhas) kelahiran Ambon 59 tahun lalu itu, menilai pilpres tidak perlu ditunda seperti desakan banyak pihak. Dua bulan, katanya, sudah cukup untuk menyelesaikan masalah itu.
"Seharusnya memang DPT pilpres lebih baik daripada pemilu legislatif. Rentang waktunya cukup panjang," kata Sadly.
Janji KPU untuk menyelesaikan masalah DPT perlu direspons dengan memberikan data yang akurat. Penggunaan KTP sebagai persyaratan untuk memilih juga bisa membantu menyelesaikan masalah.
Tetapi dengan syarat, kata pria yang menyelesaikan studi S2 di University of Southern California, Los Angeles USA itu, tinta pemilu harus berkualitas. "Supaya pemilih tidak menggunakan hak pilih dua kali," tegasnya.
Kebesaran hati dan kesepakatan dari semua pihak, terutama calon presiden dan wapres yang bertarung di pilpres 2009 sangat dibutuhkan dalam situasi seperti ini. Jika itu dilakukan, ekses pascapemilu pasti dapat dihindari.
Sadly juga mengaku masih mempertanyakan penyebab banyaknya warga yang tidak terdaftar dalam DPT seperti yang diungkapkan oleh berbagai kalangan. "KPU harus segera berbuat untuk melakukan penyempurnaan," tandasnya.
Sementara Ketua Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), HA Muin Fahmal mengatakan, harusnya KPU membenahi DPT yang karut marut ini. Selama ini, kata dia, KPU hanya siap tapi tidak ada upaya menuju perbaikan DPT itu.
"Masih ada waktu saya kira KPU untuk membenahi DPT yang masih bermasalah ini. Kalau pilpres ditunda, maka risikonya sangat besar. Karena itu, solusi terbaik adalah segera memperbaiki DPT supaya masalah tidak tambah runyam," kata Muin.
Disinggung kemungkinan mundurnya capres Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto jika DPT belum juga diperbaiki, menurut Muin, otomatis pilpres tidak bisa digelar. Sebab, pemilihan tak dapat dilaksanakan kalau hanya ada satu calon.
"Pilpres tentu saja tidak bisa dilaksanakan kalau hanya ada satu calon. Namanya saja pemilihan, berarti ada beberapa calon yang harus dipilih," katanya.
Meluas
Sementara itu, desakan penundaan pilpres 8 Juli makin meluas. Sejumlah aktivis kalangan independen pemerhati pemilu dan demokratisasi, kemarin berkumpul dan bersepakat mendesak penundaan pilpres. Alasannya dua, daftar pemilih tetap (DPT) masih amburadul dan penyelenggara pemilu (baca: KPU) yang dinilai tidak lagi independen.
"Sampai hari ini, tidak ada bukti nyata KPU sudah memperbaiki DPT. Masih banyak yang ganda, dan masih banyak yang tidak terdaftar," kata Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti dalam jumpa pers bersamanya di Restoran Omah Sendok, Blok S, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Bersama Ray, hadir investigator DPT Pilgub Jatim, La Nyala, Capres Independen Fajroel Rahman, tim investigasi DPT pemilu legislatif dari Komnas HAM, Tamrin, Yudi Latief (pengamat), Ismed Hasan Putro (Masyarakat Profesional Madani), Chalid Muhamad (Dewan Perubahan Nasional), Riza Damanik (Kiara), dan Adi Masardi.
Ray mengungkapkan, hasil investigasi Komnas HAM pada pemilu legislatif 9 April lalu, ada 40 persen warga Indonesia yang hak konstitusionalnya dilanggar secara massif dan sistemik. Dan hingga saat ini, belum dilakukan perbaikan dan pembersihan. "DPT yang sudah ditetapkan KPU 176 juta itu masih diragukan," katanya.
Menurut dia, kalau pemilih yang tidak terdaftar di bawah 5 juta, itu masih bisa ditolerir. Tapi kalau sudah di atas 10 juta yang tidak terdaftar, maka legitimasi pemilu tentu dipertanyakan. Pengakuan KPU sendiri ada kurang lebih 20 juta yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar pada pemilu legislatif.
Ironisnya, tukas La Nyala, tim Mega-Pro dan JK-Wiranto yang sudah meminta salinan DPT, hingga saat ini belum juga dikasih oleh KPU. Karena itu, menurut dia, pilpres sudah sangat memprihatinkan. "Karena itu, dari pada pilpres kehilangan legitimasi atau menimbulkan chaos yang risiko akan lebih parah, tunda saja pilpres," ujarnya.
Tamrin menambahkan, hasil investigasinya di 11 provinsi menyimpulkan bahwa memang terjadi kekisruhan DPT secara massif dan sistemik. Ia menemukan banyak pihak bermain pada tingkatan yang berbeda. "Ada gerakan kesbang untuk cawi-cawi dalam DPT ini," ungkapnya.
Menurut Tamrin, yang dipertaruhkan dari pemilu legislatif hingga pilpres ini adalah kredibilitas. Karena itu, kata dia, kalau SBY selalu mengatakan ingin membangun pemerintahan bersih, seharusnya ia menunjukkan dari awal dengan membenahi DPT.
Sebab, bagaimana mungkin membangun pemerintahan bersih kalau lahir dari proses yang kotor. "Karena itu, tunda pilpres untuk membersihkan DPT. Ini memang berat, tetapi harus dilakukan,� katanya.
Chalid Muhammad menambahkan, gara-gara DPT bermasalah, muncul fitnah baru.
Yakni pemerintah dan KPU sedang memfitnah rakyat dengan mengatakan ada kekuatan yang ingin mengganggu pilpres dengan alasan DPT bermasalah. �Ini kan fitnah yang membalikkan fakta sesungguhnya,� katanya.
Untuk itu, kata dia, pilihan terbaik adalah dengan menunda pilpres. �Dari pada terjadi manipulasi,� ujarnya.
Fajroel Rahman menambahkan, yang ingin dibangun dari pilpres adalah demokrasi konstitusional. Bukan keledai yang sudah di lubang yang sama, masih jatuh juga. Karena itu, kata dia, satu orang tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena yang tidak didaftar sudah sangat banyak. �Itu sudah koruptif,� sebutnya.
Ia lalu menyarankan, agar presiden sebaiknya mengeluarkan Perppu jika memang KPU tetap ngotot menggelar pilpres 8 Juli nanti. Itu, katanya, agar setiap warga bisa menggunakan haknya dengan identitas sah yang dimiliki setiap warga negara.
Dari MPM, Ismed Hasan Putro menegaskan, persoalan DPT bukan hanya persoalan rakyat. Tapi, kata dia, juga butuh konsern dari para capres-cawapres.
Oleh karena itu, ia berharap ada keberanian dari JK-Wiranto dan Mega-Pro mendatangi KPU. Kalau memang tidak beres, mesti dua pasangan ini mendesak agar pilpres ditunda.
"Membenahi DPT ini sangat penting. Kalau memang SBY mau melanjutkan, silakan saja tapi jangan melanjutkan dengan kecurangan," tegasnya.
Ismed lalu menyarankan agar pilpres ditunda sampai DPR bisa memilih kembali anggota KPU yang punya integritas. KPU yang sekarang, katanya, selain tidak punya integritas, berpihak, juga selalu menyalahkan orang lain atas kelemahannya.
"Kita tidak mau presiden terpilih tidak legitimate karena kecurangan. Pilpres harus ditunda untuk mengganti KPU yang tidak bermartabat. Kalau dipaksakan, bisa-bisa ada keributan pasca pilpres dan itu jauh lebih jelek risikonya," katanya mengingatkan.
PAda kesempatan sama, Yudi Latief mengatakan, saat ini adalah pertaruhan demokrasi. Sayangnya, kata dia, pemegang otoritas justru tidak sadar kalau sedang berada di ujung demokrasi dalam kondisi ada yang tidak beres.
"Demokrasi harus bermula dari cara yang benar. Karena itu, semua orang berkepentingan atas beresnya DPT. Kalau ini gagal, orang tidak akan percaya lagi dengan demokrasi. Orang akhirnya tidak akan percaya pada demokrasi," tandas Yudi Latief. (rif-ram
Senin, 06 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar