Kamis, 12 Maret 2009

Bawaslu Harus Ketat Awasi Jual Beli Suara

MEDIA INDONESIA

Rabu, 28 Januari 2009 23:57 WIB

Bawaslu Harus Ketat Awasi Jual Beli Suara

Penulis : Akhmad Mustain

JAKARTA--MI: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus waspadai jual beli suara antar caleg maupun caleg dengan penyelenggara. Potensinya pemilu 2009 akan lebih besar daripada 2004 karena persaingannya antar caleg bukan parpol.

Demikianlah wacana yang muncul dalam diskusi publik FPKS dengan tema Antisipasi potensi pelanggaran Pemilu 2009, belajar dari pengalaman Pemilu 1999 dan 2004 di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (28/1).

"Ada dua model transaksi yang akan terjadi dalam pemilu 2009 nanti," kata Direktur LIMA Ray Rangkuti. Pertama, transaksi uang. Bagi caleg yang jelas tidak mungkin memenangi kursi, mereka akan melakukan jual beli suara yang tentunya akan melibatkan penyelenggara.

Kedua, adanya kebijakan parpol secara diam-diam berupa intimidasi maupun politik uang terhadap penyelenggara dalam konteks menyelamatkan elite mereka. "Dengan suara terbanyak tidak mudah bagi elite untuk bersaing dengan caleg populis dari kalangan artis," imbuhnya.

Dalam hal ini, potensi untuk melakukan kerjasama dengan penyelenggara sangat besar. Karena investasi kepada penyelenggara akan lebih menguntungkan daripada harus mengeluarkan anggaran lebih banyak untuk kampanye maupun politik uang," imbuhnya.

Sementara itu, mantan anggota Panitia Khusus paket revisi RUU pemilu dari FPKS Agus Purnomo berujar bahwa Bawaslu jangan hanya terpaku pada pelanggaran yang bersifat 'kembangan' saja, tapi subtantif yang bisa mempengaruhi hasil pemilu. Yang dimaksud Agus sebagai 'kembangan' adalah pelanggaran yang terjadi dalam tahapan dan kampanye.

Untuk itu Bawaslu harus memprioritaskan terhadap proses perhitungan, rekapitulasi suara dan penetapan hasil suara. "Disini tentu akan melibatkan peran penyelenggara, terutama di tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota dan Provinsi," tukasnya.

Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini yang hadir dalam acara tersebut berjanji akan mengakomodasi usulan tersebut. "Itu obsesi kami sejak awal, kami telah menggandeng 11 lembaga pemantau, forum rektor dan kelompok gereja di Papua," ujarnya.

Rencana Bawaslu adalah setiap TPS bisa terakses oleh pengawas dan pemantau. Karena kami sadar TPS adalah basis terjadinya pelanggaran. "Kami akan melatih saksi dan 611.838 anggota panwaslu ingin kami pertajam kapabilitasnya," ucap Hidayat.

Memang pekerjaan panwas sangat berat, bayangkan saja satu orang pengawas lapangan harus mengawasi distribusi logistik, perhitungan suara, dan pergerakan surat suara mulai dari TPS.

Sedangkan Pakar Hukum UI Topo Santoso mengatakan bahwa para pejabat KPUD provinsi yang telah terlibat dalam sengketa pemilu maupun pilkada tetap menjadi anggota maupun Ketua KPUD "Harusnya kita mempertanyakan bagaimana hasil pemilu kedepan," keluhnya. Dengan penyelenggara yang sudah tercemar kemudian mereka masih diberi kewenangan menentukan PPK, PPS. (*/OL-03)

Tidak ada komentar: