Jumat, 27 Maret 2009

Industrialisasi Politik Paksa Media tidak Independen

MEDIA INDONESIA

Industrialisasi Politik Paksa Media tidak Independen Kamis, 12
Maret 2009 07:11 WIB

Reporter : Akhmad Mustain

JAKARTA--MI: Perubahan paradigma kampanye politik, dari model langsung menjadi kampanye media menjadi penyebab utama banyaknya keberpihakan media. Hal itu juga disebabkan industrialisasi politik saat ini.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti dalam peluncuran buku Iklan Politik TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru yang ditulis oleh Akhmad Danial di ruang wartawan DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (12/3).

Menurutnya, industrialisasi politik sudah dimulai sejak tahun 1998, karena semua perangkat, baik itu aturan dan kapital sudah tersedia. "Sejak itu sudah terjadi semacam pasarnisasi politik," ungkapnya. Tentu dengan model seperti ini, akan membuat media memberikan ruang bagi yang punya kapital.

Pernyataan senada diungkapkan oleh Pakar Komunikasi Politik UI Effendi Ghazali. "Apakah saat ini media masih bisa dianggap memberikan porsi yang adil terhadap publik. Dimana untuk memperoleh ruang tersebut harus dengan modal yang cukup besar," tandasnya.

Jadi sebagai sebuah perusahaan, media tetap akan mengedepankan keuntungan. Jadi aturan dalam UU no 10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif pasal 98 dan 99 yang sudah dibatalkan bahwa media harus memberikan ruang sama kepada semua parpol menjadi semu. "Kesempatannya ada, tapi bagaimana kalau tidak ada dana. Sama saja tidak bisa," tuturnya.

Ia juga memaparkan, meskipun tidak dibatalkan, sulit juga bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menindak media yang berbuat tidak adil kepada parpol. "Bisa saja dengan alasan, bahwa parpol yang tidak diberi ruang karena tidak ada dana," tandasnya.

Sedangkan sang penulis Akhmad Danial mengungkapkan bahwa seharusnya media menayangkan pemberitaan adil dan berimbang. Mungkin kalau iklan berlaku hukum pasar, tapi untuk pemberitaannya tetap harus mendapat ruang yang sama.

Selain itu, meskipun berlaku hukum pasar, tidak boleh ada monopoli terhadap iklan oleh salah satu parpol. "Dan inilah yang membuat proses demokrasi kita saat ini sangat mahal," ujar Danial. (*/OL-03)

Tidak ada komentar: