Kamis, 12 Maret 2009

KAMPANYE PEMILU

SUARA KARYA ONLINE

KAMPANYE PEMILU
Masyarakat Harus Cerdas Cermati Iklan Politik

Jumat, 13 Maret 2009

JAKARTA (Suara Karya): Masyarakat diingatkan harus cerdas dalam mencermati hiruk-pikuknya iklan politik yang muncul khususnya di televisi menjelang Pemilu 2009.

"Sesungguhnya dalam kondisi masyarakat Indonesia saat ini belum waktunya dilakukan liberalisasi iklan politik seperti di Amerika Serikat. Apalagi di televisi, sebagai media yang ampuh untuk mempengaruhi masyarakat iklan. Karena itu, masih perlu diatur, agar tidak hanya parpol yang banyak uang saja yang bisa beriklan secara bebas," kata pakar komunikasi politik Universitas Indonesia Effendy Gazali dalam peluncuran buku "Iklan Politik TV" karya Akhmad Daniel di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (12/3).

Hadir sebagai pembicara antara lain Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Rully Chairul Azwar, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ahmad Fauzi "Ray" Rangkuti, dan anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Lena Mariyana Mukti.

Effendi Gazali mengatakan, saat ini banyak media yang tidak dalam posisi netral dan malah semakin menunjukkan keberpihakan saat masa kampanye.

Setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dia pun ragu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers mampu tegas tatkala ditemui pelanggaran batasan iklan di media massa.

"Batasan yang terjadi semu, asal punya dana justru terus beriklan. Ruang publik sesungguhnya akan hilang," katanya.

Untuk itu, aturan dana kampanye perlu dipertegas. Media pun diwajibkan memberi peluang jenis iklan layanan masyarakat selain iklan advokasi kandidat dan iklan menyerang.

Effendy juga meminta masyarakat tidak terjebak rating televisi. Pasalnya, dengan apa yang disebut-sebut sebagai tayangan televisi dengan rating tertinggi itu tidak selalu berbanding lurus dengan pemirsa yang sesungguhnya di masyarakat.

"Memang televisi sebagai media yang paling ampuh untuk mempengaruhi masyarakat melalui iklan dan semacamnya. Tapi, kita jangan sampai terjebak dengan liberalisasi yang dimainkan," kata Effendy.

Kampanye Modern


Rully Chairul Azwar mengaku iklan bagian tak terpisahkan dan menempatkan posisi sentral kampanye modern.

"Satu partai baru saja bisa mengalahkan partai lama hanya gara-gara iklan. Namun, harus disertai kuatnya logistik untuk pencitraan parpol," ujarnya.

Kecenderungan ke depan jika tidak kuat dana pastinya akan sulit ikut dalam demokrasi langsung. Jika maju minta sokongan dana kanan kiri maka peluang korupsi terbuka.

Iklan melalui televisi dengan daya jangka yang paling efektif dari pada kampanye langsung memang perlu regulasi aturan.

Yang pasti, kata Rully Chairul Azwar, kini Indonesia sudah memasuki liberalisasi politik. Apalagi setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan caleg terpilih dengan suara terbanyak itu, maka seorang caleg ataupun parpol harus memperkenalkan terlebih dahulu kepada masyarakat melalui iklan sebelum bertemu langsung dengan masyarakat.

"Kalau tidak beriklan, maka tidak dikenal. Untuk itu ke depan jika tidak mempunyai modal yang cukup, tidak usah main-main membuat parpol, menjadi caleg maupun maju sebagai pimpinan kepala daerah melalui pilkada. Di mana dari 38 parpol peserta pemilu 2009 ini, diperkirakan hanya parpol yang lolos parliamentary threshold (PT) sebesar 2,5 persen," kata Rully. (Rully)

Tidak ada komentar: