Jumat, 20 Maret 2009

Inilah Tiga Langkah Selamatkan Pemilu/Pemilu Abal-abal

KOMPAS.COM

Inilah Tiga Langkah Selamatkan Pemilu


Jumat, 20 Maret 2009 | 20:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Lingkar Masyarakat untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti meminta parpol-parpol harus mengambil sikap tegas atas berbagai pelanggaran dan ketidaksiapan penyelenggara pemilu. Kalau perlu, parpol sepakat untuk minta penundaan pemilu legislatif karena daftar pemilihnya masih kacau.

"Bila tetap dilaksanakan, itu namanya Pemilu Abal-abal," katanya seusai Diskusi dan Peluncuran Buku Tragedi Pilkada Jatim dan Implikasinya pada Pemilu/Pilpres 2009 di Jakarta, Jumat (20/3).

Dicontohkan Ray, pengiriman logistik mundur beberapa kali. Berdasarkan keputusan KPU, pengiriman logistik ke kabupaten/kota paling telat tanggal 9 Maret, tetapi harus mundur sebanyak dua kali, yaitu tanggal 16 Maret, kemudian kembali mundur 20 Maret 2009.

"Mereka selalu bilang, itu masih dalam taraf toleransi. Kalau cara pandang mereka sendiri saja sudah salah, apakah ini tidak abal-abal namanya," Ray kembali menegaskan. Tidak hanya itu, pelanggaran KPU lainnya adalah tidak mempublikasikan DPT pada media masa, akses informasi via internet yang katanya 'real time', tetapi kenyataanya tidak ada.

Pelanggaran lain, menurut Ray, adalah ketidaktahuan peserta pemilu tentang daftar pemilih tetap (DPT), termasuk apakah dirinya masuk dalam DPT atau tidak. Selain itu, KPU seolah menutupi akses informasi DPT kepada publik. "Ini seperti diskenariokan," ujarnya.

Ray kemudian memberikan solusi mengatasi hal itu bahwa ada tiga hal yang harus dilakukan. Pertama, selambat-lambatnya pada hari Selasa (24/3), soft copy diberikan kepada semua parpol. Kepada parpol, berikan waktu 3-4 hari untuk memverifikasi DPT hasil KPU tersebut.

"Setelah itu, minta tanggapan parpol. Bila tidak ada tanggapan, silakan KPU melancarkan Pemilu 2009. Bila ada, maka bereskan segera," jelas Ray.

Kedua, semua parpol juga harus meminta data DPT bandingan dari Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu).

Ketiga, tanya sikap parpol, apakah akan melanjutkan Pemilu 2009 dengan DPT yang tidak diketahui kejelasannya.

"Nah melihat kondisi ini, apakah tidak sebaiknya distop saja Pemilu 2009. Semua partai kalau perlu ambil sikap serupa, bila tidak ingin dianggap ingin segera berkuasa," tambah Ray.

Menanggapi pernyataan Ray seputar pelanggaran KPU, Umar S Bakry, Direktur Lembaga Survey Nasional (LSN), mengatakan, kekeliruan DPT justru terletak pada level birokrasi bawah, yakni RT/RW. "Petugas DPT itu digaji hanya Rp 500 per record per keluarga," ujarnya.

Artinya, menurut Umar, petugas DPT belum tentu berhasil mendata setiap keluarga sekali datang karena tidak semua anggota keluarga ada di rumah. Harus datang berulang kali untuk terus melakukan pendataan itu, "Dan kadang petugas itu males karena harus bolak-balik," ujarnya.

Ditegaskan lagi, tidak ada rekayasa sekalipun DPT pada tingkat KPU pasti kacau karena petugas di lapangan tidak pernah serius.


C2-09

Tidak ada komentar: