Selasa, 24 Maret 2009

Penyelenggaraan Pemilu 2009 Terburuk

DETIK.COM

Selasa, 24/03/2009 10:46 WIB

Wacana Pemilu Ditunda
Penyelenggaraan Pemilu 2009 Terburuk
Deden Gunawan - detikNews

Jakarta - Prabowo sekarang sudah berubah pikiran. Bila pekan lalu, setelah bertemu Megawati, dia secara terbuka mengusulkan pemilu ditunda, kini tidak lagi. Alasannya, investasi yang dikeluarkan sudah banyak yang keluar. Kalau pemilu sampai tertunda tentu dirinya sangat merugi.

Tapi sekalipun tidak lagi mendesak pemilu ditunda, Prabowo masih tetap kesal dengan data DPT yang dianggap penuh rekayasa. Malah dia memprediksi, akibat rekayasa, jumlah DPT bisa saja menggelembung seketika.

Pembengkakan yang mungkin terjadi, jelas mantan Danjen Kopassus ini, angkanya bisa mencapai 25%. Jika dihitung dari DPT total sementara yang berjumlah 147 juta, maka pemilih siluman diperkirakan ada 30 juta lebih.

"Ini tidak hanya di Jawa Timur tetapi hampir terjadi di seluruh daerah," begitu ungkap Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di Bandara Selaparang, Mataram, Senin, 23 Maret.

Peryataan Prabowo tersebut dimaklumi pemantau pemilu dari Lingkar Madani Ray Rangkuti. Menurut Ray, kecurigaan dari parpol disebabkan KPU tidak mau terbuka soal DPT. Padahal DPT sangat mempengaruhi perolehan suara parpol.

"Kasus pilkada Jatim semakin mengkhawatirkan sejumlah parpol. Ujung-ujungnya mereka menyalahkan partai yang saat ini berkuasa," jelas Rangkuti. Padahal, imbuhnya, masalah DPT murni karena kerja KPU sebagai penyelenggara pemilu.

Untuk mengatasi kecurigaan parpol kalau KPU terlibat dalam upaya main curang, ujar Rangkuti, KPU sesegera mungkin menyerahkan hard copy atau soft copy DPT yang telah dimutakhirkan. Paling lambat diserahkan Rabu, 25 Maret 2009.

Sehingga parpol punya waktu untuk meneliti DPT sebelum hari pencontrengan tiba. "Gabungan parpol bisa saja membentuk tim ahli. Kalau perlu dibayar mahal untuk mempelajari DPT yang diserahkan oleh KPU. Sehingga tidak ada lagi prasangka di belakang hari," usul Rangkuti.

Sayangnya, kata Rangkuti, KPU sampai sekarang masih acuh saja dengan keluhan parpol. Hanya KPU di daerah-daerah yang selalu teriak-teriak soal data DPT yang tidak karuan.

Jika masalah DPT belum juga diselesaikan KPU bisa menghadapi gugatan yang berkepanjangan terkait hasil pemilu. Bukan itu saja, kondisi ini hanya menguntungkan beberapa parpol yang ingin menyerang partai tertentu.

Sementara Ketua Panwas DKI Jakarta Ramdansyah mengatakan, potensi kecurangan terhadap DPT yang paling mungkin terjadi antara lain, adanya pemilih di bawah umur, NIK sama tapi nama berbeda, nama pemilih digandakan, atau satu NIK akan digunakan untuk 2 hingga 6 nama berbeda.

Namun Ramdansyah mengatakan, di Jakarta sejauh ini belum ada pelanggaran DPT yang masuk dalam kategori pidana. Sebab hanya kesalahan administrasi saja.

Hal senada juga dikatakan Ketua Panwas Jawa Barat Mahi Hikmat dan Ketua Panwas Medan Muhammad Aswin. Saat dihubungi detikcom secara terpisah, keduanya mengaku, yang terjadi di wilayah mereka hanya sebatas kesalahan administrasi.

Misalnya, ada orang yang meninggal tapi masih terdaftar, dan ada warga belum didaftarkan. "Untuk indikasi pidana belum ada," jelas Hikmat.

Buruknya administrasi yang dilakukan KPU membuat banyak pihak menganggap penyelenggaraan Pemilu 2009 lebih kacau dari pemilu 2004. Terutama soal pendataan DPT.

Tapi kata mantan anggota KPU pada pemilu 2004 Mulayana Kusumah, bukan berarti pemilu 2004 sukses. Sebab apa yang terjadi di 2004, juga terjadi di pemilu-pemilu sebelumnya. Hanya saja penyelenggaraan pemilu 2009, jauh lebih buruk dari pemilu-pemilu sebelumnya.

"Penyelenggaraan pemilu saat ini yang terburuk sejak Indonesia merdeka. Sebab sejak orde lama melakukan pemilu hingga sekarang tidak pernah terjadi kekisruhan seperti ini," jelas Mulayana.

Ditambahkannya, buruknya persiapan pemilu, seperti penyusunan DPT, disebabkan KPU salah mengupload data dan kurang berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik, Depdagri, serta KPUD.

Seharusnya, kata Mulyana, KPU hanya mengikuti data yang ada sebelumnya. Apalagi di sejumlah daerah sudah menggelar pilkada. Sehingga data-data DPT di pilkada bisa digunakan.

"Mestinya pekerjaan KPU saat ini jauh lebih mudah karena ada pilkada. Tapi kenapa justru bertambah kacau?," tanya Mulyana.

Buruknya kerja KPU dinilai Mulyana, akan berpengaruh terhadap hasil pemilu. Jadi siapapun pemenang pemilu atau pilpres kurang mendapat legitimasi yang kuat. Sebab hasilnya dicurigai banyak pihak.

(ddg/iy)

Tidak ada komentar: