Kamis, 12 Maret 2009

Potensi Gagal Hingga 70 Persen

INDONESIA MONITOR

20 January 2009

Potensi Gagal Hingga 70 Persen


PEMILU 2009 rawan gagal atau tertunda karena ketidaksiapan KPU dalam menangani logistic dan segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan pemilu. Parahnya, tingkat kegagalan pemilu kali ini diprediksi mencapai 50-70 persen. Rawan terjadi kekosongan pemerintahan jika pilpres ikut ditunda.



Hal itu diungkapkan secara terpisah oleh pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti dan peneliti The United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia Cecep Effendi.



Menurut Ray, Pemilu 2009 merupakan pemilu yang paling rumit dalam sejarah pemilu Indonesia. Indikasi bahwa pemilu bakal kacau, kata Ray, sebenarnya sudah terlihat sejak pemilihan anggota KPU. Pemerintah dinilai mengabaikan rakam jejak para anggota KPU.



“Hari ini semua kekhawatiran masyarakat terbukti. KPU belum menunjukkan hasil kerjanya. Saya yakin pemilu bakal tertunda atau bahkan akan gagal,” ujar Ray Rangkuti kepada Indonesia Monitor, Kamis (8/1).



Kelambanan KPU, menurut Ray, lantaran mereka under qualified alias di bawah standar dalam hal pengalaman dan manajerial. Mereka juga tidak memiliki visi sebagai pelaksana pemilu.



Ray ragu KPU akan mampu menjalankan UU Pemilu “Saya hanya punya harapan 50 persen bahwa pemilu tahun ini akan terlaksana dengan baik. Sangat mungkin terjadi penundaan. Nah, repotnya, kalau ditunda bagaimana dengan kekosongan pemerintahan,” tutur mantan Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) itu.



Dia melihat potensi kegagalan ada pada proses penerapan suara terbanyak di mana para caleg akan saling sikut dan gontok-gontokan. Belum lagi praktik jual beli suara. “Belum lagi partai-partai yang tidak lolos electoral threshold, mereka pasti akan melakukan gugatan terhadap KPU ke MK,” tandasnya.



Cecep Effendi sependapat, kemungkinan paling besar munculnya konflik di pemilu ada pada electoral threshold 2,5 persen. Sebab, parpol yang tidak mencapai perolehan suara di atas angka tersebut tentu akan melakukan berbagai cara agar bisa lolos.



“Ini seharusnya sudah disiapkan oleh KPU, jangan sampai kasus Pilkada Jatim terulang di pemilu,” ujar Cecep Effendi kepada Indonesia Monitor, Rabu (7/1).



Parahnya, kata dia, pemilu kali ini berbarengan dengan krisis ekonomi yang sangat serius. Jika pemilu sampai gagal atau ditunda, akan menghabiskan waktu dan energi, padahal saat ini perlu mengambil langkah yang serius dalam menghadapi krisis itu. “Ini akan menimbulkan risiko yang besar bagi masyarakat,” ujar pengajar FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) itu.



Cecep mengaku sangat was-was melihat kesiapan KPU saat ini. “Saya dulu berpikir tingkat kegagalan pemilu mencapai 30 persen, tetapi makin hari makin naik tingkat kegagalannya. Dari 40 persen, 50 persen hingga hari ini saya prediksi tingkat kegagalannya mencapai 70 persen. Saya khawatir besok bisa naik lagi tingkat kegagalannya. Ini mengerikan sekali,” ujar peneliti The Indonesian Institute (TII) itu.



■ Sri Widodo

Tidak ada komentar: