Minggu, 15 Maret 2009

Muslihat dana kampanye, sebuah anekdot

BISNIS INDONESIA

Sabtu, 14/03/2009 10:19 WIB

Muslihat dana kampanye, sebuah anekdotoleh : Anugerah Perkasa

Cetak Kirim ke Teman Komentar
Bagaimana melihat mantan militer cum pengusaha memaparkan statistik, sekaligus mengkritik pemerintah? Mungkin jawabannya ada pada Prabowo Subianto.

Tak sekadar membeberkan data, dia juga menawarkan solusi yang disebutnya sebagai delapan program aksi. Prabowo menawarkan sesuatu yang dianggapnya rasional. Salah satunya sistem perekonomian yang mendukung rakyat kecil, bukan melulu elite. Di sebuah hotel mewah kawasan Jendral Sudirman, Jakarta Pusat, dia menyerocos hampir 2 jam, pekan ini.

Prabowo dikenal sebagai komandan Komando Pasukuan Khusus (Kopasus) periode 1993-1998. Dia juga pemilik saham PT Kiani Kertas sejak 2002, dan kini mendeklarasikan dirinya sebagai calon presiden dengan mesin politik Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Iklannya ada di mana-mana. Bioskop. Media cetak. Televisi, terutama. Pesannya macam-macam: masih banyaknya pengangguran, tingginya angka kemiskinan hingga anjuran membeli hasil pertanian produksi lokal.

Materi iklannya memang masuk akal, tetapi tidak pada keterangan dana kampanye. Jumlah iklan dan saldo dana kampanye dilaporkan secara berbeda.

Mari kita lihat. Pekan lalu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengumumkan dana kampanye partai tersebut sebagai yang terbesar. Jumlahnya mencapai Rp15 miliar. Ini jauh mengalahkan Partai Hati Nurani Rakyat sebesar Rp5 miliar, Partai Persatuan Pembangunan Rp1,6 miliar, Partai Damai Sejahtera Rp900 juta, Partai Golongan Karya Rp156 juta dan Partai Keadilan Sejahtera sebesar Rp26 juta.

Walaupun terbesar, Gerindra dinilai menggelontorkan uang lebih dari Rp15 miliar.

Paling tidak ini dapat dijelaskan oleh perusahaan riset media, AC Nielsen. Menurut Nielsen, Gerindra menghabiskan uang sedikitnya Rp46,7 miliar selama beriklan pada Oktober 2008-Februari 2009. Berarti, jumlah itu lebih tiga kali lipat dari sekadar Rp15 miliar.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menyatakan laporan awal dana kampanye partai politik dilihatnya sebagai anekdot yang menggelikan.

"Yang lucu, laporan dan nilai iklan tidak sebanding," katanya dalam sebuah situs berita. "Saldo ini menunjukkan tidak ada niat baik partai untuk membeberkan dana secara benar dan terbuka."

Sulit diaudit

Kritik itu tak hanya datang dari Ray, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI), jauh-jauh hari memperingatkan soal ini: dana kampanye bakalan sulit diaudit. Kedua organisasi itu menilai Undang-Undang No. 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD belum memberi ruang bagi akuntan publik untuk melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap dana kampanye, apalagi dana partai politik.

"Mereka hanya dapat melakukan konfirmasi atas penyimpangan laporan dana kampanye yang dilaporkan, tetapi tidak dapat menginvestigasinya," kata Adnan Topan Husodo dari ICW.

Para auditor diperkirakan kesulitan melacak dari mana dan besarnya jumlah uang yang mengalir. Ini belum lagi ditambah terbatasnya jumlah akuntan dan kewenangan yang dimiliki mereka.

IAPI maupun ICW memastikan hasil audit itu akan jauh dari harapan. Publik tak akan pernah tahu secara transparan penggunaan ataupun penerimaan dana yang dipakai partai politik. Bisa jadi kedua organisasi itu-dan elemen masyarakat lainnya-menjadi sangat sibuk mengkritik sistem pemilu berikut penyelenggaranya kali ini.

Dan, mungkin tak terlalu jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Prabowo. Terutama dalam rentang 16 Maret-5 April 2009. Mengkritik, tetapi sekaligus berkampanye dengan dana berlimpah. (anugerah.perkasa@bisnis.co.id)

Tidak ada komentar: