Minggu, 15 Maret 2009

Politik Uang, Perlu Tidak Sih?

KOMPAS.COM

Politik Uang, Perlu Tidak Sih?

Sabtu, 14 Maret 2009 | 11:22 WIB

Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik


JAKARTA, KOMPAS.com — Menjanjikan atau membagi-bagikan uang kepada konstituen saat kampanye tercantum sebagai larangan dalam Pasal 84 ayat (1) huruf (j) UU Pemilu.

Sejumlah pengamat juga melihat bahwa politik uang bukanlah cara yang efektif bagi para caleg untuk mengambil hati para calon pemilihnya. Namun, sebagian lain melihat politik uang sudah menjadi budaya konstituen yang harus diikuti.

Koordinator Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, sekarang caleg jangan berharap banyak kepada calon konstituen karena hanya membagi-bagikan uang kepada mereka. "Bagi mereka, uang akan selalu diterima, tapi itu tidak melegitimasi seseorang untuk menetapkan pilihannya," ujar Ray dalam workshop bertajuk Perppu dan Kampanye Pemilu 2009 di Hotel Oasis Amir Jakarta, Sabtu (14/3).

Mengutip hasil survei yang dilakukan International Republican Institute (IRI) pada Februari 2009, bagi-bagi uang hanya berpengaruh sekitar 4-5 persen bagi psikologis calon pemilih.

Menurut Ray, dengan maraknya politik uang, konstituen justru semakin bingung menetapkan pilihannya. "Bahkan pada hari-H justru dia tidak datang ke TPS," tandas Ray.

Anggota DPRD Kabupaten Ponorogo, Darsono, mengatakan, pada faktanya uang memang masih menjadi penentu kemenangan politik di lapangan. "Fakta di lapangan, siapa yang memberi sangu itu yang akan diikuti," tutur kader Partai Golkar singkat.

Menurut Darsono, kondisi masyarakat memang sudah dalam krisis kepercayaan kepada parpol dan caleg. Bahkan, untuk datang ke TPS pun mereka meminta uang saku.

Tidak ada komentar: